Tingkat kesakralan perayaan Tahun Baru Imlek tidak lagi seperti dulu. Menurut Andrean Sugianto Koordinator Indonesia-China dari Yayasan Indonesia Tionghoa Culture Center, banyak tradisi yang sudah tidak lagi dilakukan karena perkembangan zaman modern yang semakin berkembang.
Ia mencontohkan seperti mengunjungi mertua dari orang tua suami, bagi mereka yang sudah menikah. Saat Imlek, keluarga akan mengunjungi orang tua dari bapak/suami di hari pertama. Baru hari berikutnya mengunjungi orang tua dari pihak ibu/istri.
Namun, pada Imlek sekarang ini, etnis Tionghoa khususnya di Surabaya lebih menyesuaikan dengan kondisi keluarga dan aturan tersebut tidak lagi saklek.
“Kayaknya sudah tidak ada. Contohnya saja ibu saya di Taiwan, tapi hari ini saya malah kumpul dengan mertua. Memang begitu, kita sudah melanggar hampir banyak tradisi,” kata Andrean kepada Radio Suara Surabaya, Sabtu (25/1/2020).
Begitu juga dengan beberapa tradisi lain seperti larangan menyalakan api saat Imlek.
Dulu, etnis Tionghoa melarang keluarga untuk memasak saat Tahun Baru Imlek. Sehingga mereka cenderung membeli makanan di luar dan dimakan bersama-sama. Hal ini karena api dipercaya akan mendatangkan hal-hal buruk jika dinyalakan pada hari pertama tahun baru.
“Hari ini kita tidak bisa ngidupin kompor. Masak hari pertama sudah menyulut api? Nggak boleh. Nggak boleh karena, bahasanya apa ya, kurang baik,” kata Andrean.
Namun sebelumnya pada malam Imlek, mereka akan memasak banyak makanan karena menjadi keharusan untuk berkumpul keluarga.
Dalam tradisi itu, semua anggota keluarga berkumpul dan harus ditunggu untuk makan bersama meski hingga tengah malam. Sehingga pada Imlek tiba, mereka menahan untuk tidak memasak. Mereka lebih memilih membeli makanan atau memakan makanan kemarin malam.
Namun saat ini, sudah banyak etnis Tionghoa yang mulai menyalakan kompor meski hari Imlek. Biasanya, mereka menyalakannya untuk memasak sesuatu atau hanya untuk menghangatkan makanan sebelumnya.
Hal itu juga berlaku dengan tradisi membersihkan rumah. Sebelum Imlek tiba, mereka akan membersihkan rumah dan segala sudut ruangan. Bersih-bersih itu dipercaya akan membuang sial di tahun sebelumnya. Lalu saat Imlek, mereka tidak lagi membersihkan rumah dan membuka pintu dan jendela selebar-lebarnya untuk menyambut Dewa di tahun baru.
Namun, saat ini, Andrean menjelaskan bahwa tradisi bersih-bersih rumah pada zaman sekarang sudah tidak lagi seperti itu.
Andrean menjelaskan, pada dasarnya tradisi Imlek bagi etnis Tionghoa atau umat Konghuchu berbeda-beda di setiap suku. Setiap suku memiliki tradisi dan budaya masing-masing dalam merayakan Imlek.
“Beda suku beda tradisinya. Satu suku aja bisa beda di daerah satu dengan daerah lainnya. Kayak Jawa, Madura, itu kan juga beda-beda,” tambahnya.(tin/ipg)