Sabtu, 23 November 2024

Dibantah Menaker, KSPI Tetap Ragu Instrumen Pesangon Ada di RUU Cipta Lapangan Kerja

Laporan oleh Agung Hari Baskoro
Bagikan
Konferensi pers Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSPI) Jawa Timur yang digelar di Kantor LBH Surabaya pada Jumat (17/1/2020). Foto: Baskoro suarasurabaya.net

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tetap meragukan instrumen pesangon akan dipertahankan dalam RUU Cipta Lapangan Kerja yang dibuat pemerintah. Meski pada Selasa (14/1/2020) lalu di Jakarta, Ida Fauziyah Menteri Ketenagakerjaan membantah anggapan tersebut dan menegaskan bahwa instrumen pesangon akan tetap diberlakukan, elemen buruh yang tergabung dalam KSPI tetap yakin bahwa pesangon coba dihilangkan di UU yang menggunakan skema omnibus law ini.

Jazuli Sekjen FSPMI Jatim yang menjadi afiliasi KSPI mengatakan, dugaan ini berdasarkan draft RUU Cipta Lapangan Kerja yang diterimanya pada Jumat (17/1/2020). Ia mengatakan, tidak ada istilah pesangon dalam rancangan tersebut.

“Draft yang kami terima tadi pagi, di sana pemerintah menyampaikan, terkait PHK, pemerintah akan menambah jaminan kehilangan pekerjaan. Jadi ada uang jaminan kehilangan pekerjaan. Kedua, tidak ada klausul klausul berikutnya, tidak ada tetap memberikan pesangon. Tidak ada. Jadi tidak ada di sini, apakah ada pesangon, tidak ada,” ujar Jazuli ketika ditemui dalam konferensi pers yang digelar di Kantor LBH Surabaya pada Jumat (17/1/2020).

Ia mengatakan, memang ada istilah baru yang disebut jaminan kehilangan pekerjaan. Istilah baru ini tidak disertai dengan besaran uang yang akan diterima pekerja setelah di PHK.

“Tapi ada poin baru, jaminan kehilangan pekerjaan. Ini kan yang mengusik. Ini pancingannya. Kamu ikut omnibus law aja, saya kasih jaminan PHK. Namun kita tidak tahu besarannya berapa,” jelasnya.

Sebagai perbandingan, dalam UU nomor 13 tahun 2003, besaran pesangon bagi korban PHK yaitu maksimal 9 bulan gaji dan dapat dilipatgandakan untuk jenis PHK tertentu. Menurut Jazuli, poin yang sama hanyalah terkait jaminan sosial pekerja, seperti jaminan kecelakaan kerja, hari tua, pensiun, dan kematian.

Selain itu, poin yang juga berbahaya dan akan berhubungan dengan status pekerja dan hak pesangon adalah makin fleksibelnya ketenagakerjaan dengan adanya kerja yang dihitung per jam.

“Yang kedua, kita mikirnya, kalau itu fleksibel time. Waktunya dihitung jam. Berarti sangat mungkin status pekerja tetap akan makin kecil. Kan kerjanya cuma berapa jam sehari, bisa-bisa cuma 3 bulam setahun kalau dihitung. Pekerja tetap, tidak lebih dari 30 persen yang ada di seluruh Indonesia,” katanya.

Ia menuding, hal ini akan membuat pengusaha menjadi lebih mudah melakukan perekrutan dan pemutusan hubungan kerja pada buruh. Ia menegaskan, jika memang pemerintah ingin menjamin buruh, pemerintah harusnya tetap memberikan jaminan pesangon dalam rancangan yang ada.

“Harusnya kalau pemerintah menjamin, kita tantang pemerintah, beri jaminan pesangon. Itu kalau pemerintah serius ingin melindungi hak buruhnya. Tapi ini tidak ada,” pungkasnya. (bas/iss/ipg)

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs