Sabtu, 23 November 2024

DLH Kota Surabaya dan ITS Teliti Tanah Berasap Dipo Sidotopo

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Dr Ir Amien Widodo MSi., (baju merah) bersama tim Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (MKPI) ITS dan DLH Surabaya. Foto: Humas ITS

Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, bersama tim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melakukan survei untuk mengetahui penyebab dari fenomena tanah berasap di kawasan Dipo Sidotopo, Surabaya.

Tim dari Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim (MKPI) ITS yang dipimpin Dr Ir Amien Widodo MSi, dan terdiri dari Dr Ira Anjasmara, Juan Rohman ST MT, dan Wien Lestari ST MT.

Tim ini bersama tim DLH Kota Surabaya mengunjungi tempat kejadian perkara (TKP), untuk melihat langsung sekaligus mengambil sampel tanah yang selanjutnya akan diuji di Laboratorium Energi ITS.

Amien Widodo membenarkan, asap tersebut keluar dari tanah hingga menyebabkan kayu dan koran yang coba dimasukkan langsung terbakar.

Dari hasil kunjungan di lapangan, dosen Departemen Teknik Geofisika ini bersama tim menemukan beberapa fakta menarik. Tanah berasap tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dengan tanah yang ada di sekitarnya.

Tanah berasap memiliki ukuran pasir, sedangkan tanah sekitarnya memiliki ukuran lempung dari endapan aluvial. “Dari segi warnanya juga berbeda, tanah berasap memiliki warna yang lebih hitam dan mengkilap,” terang Amien Widodo.

Fenomena tersebut, lanjut Amien tidak hanya sekali terjadi di Jawa Timur. Sebelumnya di kawasan Kutisari, Surabaya dan Sampang, Madura juga pernah mengalami kejadian serupa. “Memang secara alami daerah di Jawa Timur ini adalah cekungan minyak dan gas bumi,” tambah Amien.

Namun setelah diamati, Amien berpendapat, kemungkinan tanah berasap di daerah Dipo Sidotopo tersebut tidak berasal dari gas alam. Amien meyakini hal tersebut, lantaran asap yang keluar dinilai masih normal. “Asapnya tidak besar, jadi kemungkinan bukan dari gas alam,” kata Amien.

Beberapa kemungkinan faktor penyebab fenomena tersebut, ditegaskan Amien memang bisa saja terjadi. Kemungkinan pertama, yaitu keberadaan sisa batubara yang dibuang di area Dipo Sidotopo.

“Batu bara ini berasal dari bahan bakar kereta api pada zaman dahulu dan sudah ada tersebut yang tersisa dan menumpuk sehingga saat ini keluar asap,” papar Dosen yang aktif meneliti masalah bencana tersebut.

Tidak hanya itu, Amien menilai, kemarau yang panjang juga bisa menjadi faktor berikutnya. “Kemarau panjang ini semakin membuat tumpukan batubara yanga da di bawa tanah semakin membara dan mengeluarkan asap,” tambah Amien.

Kemudian, faktor lainya yaitu adanya sampah dari beberapa tahun lalu yang sengaja dibuang ke area tersebut. Sampah-sampah ini kemudian memicu terbentuknya biomassa. “Biomassa inilah yang mungkin menyebabkan tanah tersebut kemudian berasap,” ujar Amien.

Sampai saat ini, lanjut Amien sampel tanah dari Dipo Sidotopo masih diteliti bersama dengan melibatkan beberapa dosen Departemen Teknik Geomatika dan juga DLH Kota Surabaya.

Amien berharap bahwa survei yang dilakukan timnya kali ini dapat membantu memberi informasi kepada masyarakat sekitar, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir lagi saat fenomena ini terulang kembali.

“Jangan terlalu panik, ini adalah fenomena yang sering dan lumrah terjadi,” pungkas Amien Widodo, Rabu (8/1/2020).(tok/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs