Jumat, 22 November 2024

Nebu, Souvenir Permainan Tradisional Berbahan Ampas Tebu

Laporan oleh J. Totok Sumarno
Bagikan
Satu diantara souvenir karya Wenny Friskillia mahasiswi Fakultas Industri Kreatif yang memanfaatkan limbah Tebu. Foto: Humas Ubaya

Wenny Friskillia mahasiswi Fakultas Industri Kreatif (FIK) Universitas Surabaya (Ubaya) mengubah apas Tebu menjadi souvenir khas Indonesia. Souvenir berbentuk permainan tradisional Indonesia dari beberapa daerah tersebut merupakan karya tugas akhir.

Ampas Tebu yang disulap menjadi produk souvenir ini dinami Nebu, yang bermula saat Wenny sedang menganyam Tebu menjadi sebuah produk. Wenny menambahkan bahwa souvenir karyanya ini dibuat dengan tehnik anyaman.

Kekhawatiran Wenny melihat ampas Tebu pedagang minuman Es Tebu yang terbuang percuma menginspirasi mahasiswi yang gemar menggambar ini untuk mengolah limbah tersebut menjadi produk yang bernilai jual dan berguna bagi masyarakat.

“Jika dibiarkan, ampas Tebu dari Es Tebu menjadi bau. Lalu mencoba bereksperimen dari ampas Tebu itu untuk membuat sebuah produk yang bernilai ekonomis sekaligus bisa dimanfaatkan. Dan Nebu adalah produk souvenir khas berisi permainan tradisional dari daerah-daerah di Indonesia,” terang Wenny alumnus SMAK Kolese Santo Yusup Malang.

Ide awal pembuatan souvenir ini diambil dari permainan tradisional di Indonesia. Permainan tradisional khas daerah dipilih berdasarkan riset dan pilihan masyarakat. Permainan tradisional pertama yaitu Lompat Batu dari Nias, Sumatera Utara.

Pemuda Nias yang berhasil melompati Batu setinggi 40 cm menandakan bahwa dirinya sudah dewasa. Selanjutnya, permainan tradisional kedua yaitu Geulayang Tunang Layang Kleung dari Banda Aceh, Aceh.

Layangan yang biasanya dimainkan sebagai hiburan masyarakat Aceh setelah musim panen ini berbentuk elang dan paling banyak digemari oleh remaja maupun dewasa.

Permainan tradisional ketiga, Layang Kaghati dari Kendari, Sulawesi Tenggara. Kaghati adalah permainan layang-layang khas suku Raha, Sulawesi Tenggara yang telah dimainkan sejak 4000 tahun lalu. Aslinya layang-layang Kaghati terbuat dari 100 daun gadung atau daun kolope yang telah dikeringkan.

Permainan tradisional keempat, Kapal Jong dari Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Kapal Jong merupakan permainan yang mengandalkan kekuatan angin untuk menggerakkannya.

Terakhir adalah permainan tradisional Kapal Sandeq dari Mamuju, Sulawesi Barat. Sandeq adalah perahu layar bercadik khas suku Mandar yang dimainkan oleh para nelayan dan sering diperlombakan dalam berbagai perayaan.

Proses pembuatan satu karya produk, lanjut Wenny membutuhkan waktu selama dua hari. Dimulai dengan mengeringkan ampas Tebu, sebagai satu cara menghilangkan kandungan air Tebu sekaligus mengurangi bau tak sedap.

Setelah itu, ampas Tebu yang awalnya berwarna hijau akan berubah menjadi warna putih gading. Ampas Tebu mulai dipilih serta ditipiskan dengan alat potong sehingga memiliki ukuran tinggi dan ketebalan yang sama untuk dianyam menjadi bentuk permainan tradisional daerahnya.

Bahan tambahan yang digunakan selama proses pembuatan adalah Kawat dan Lem agar produk terlihat kokoh dan berdiri tegak. Satu karya produk yang dibuat Wenny Friskillia dibanderol dengan harga Rp. 250.000 per buah.

“Secara keseluruhan pengerjaan lima karya ini membutuhkan waktu 10 hari. Kendala tersulit adalah harus sabar menipiskan dan memotong ampas Tebunya. Ukuran yang dibuat harus sama, agar tidak patah saat dianyam,” tambah Wenny Friskillia.

Tidak hanya mengurangi limbah ampas Tebu, produk karya Wenny Friskillia juga ingin mengedukasi masyarakat terkait permainan tradisional khas Indonesia. Melalui produk ini, informasi terkait permainan tradisional Indonesia yang dibuat dapat dilihat pada bagian belakang produk.

Sementara itu, ditambahkan Guguh Sujatmiko, S.T., M.Ds., Dosen Pembimbing Tugas Akhir sekaligus Ketua Program Studi Desain Produk Fakultas Industri Kreatif (FIK) Ubaya, bahwa akan banyak mahasiswa khususnya dari FIK Ubaya membuat produk kreativ yang bernilai jual.

“Tidak hanya bernilai jual, produk inovativ itu juga harus memiliki nilai estetika sekaligus mengasah kreativitas. Bahkan mampu memanfaatkan limbah menjadi produk bernilai jual yang memberikan solusi bagi lingkungan disekitarnya, di masyarakatnya. Ini penting dipahami mahasiswa,” pungkas Guguh Sujatmiko, Rabu (8/1/2020).(tok/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs