Sabtu, 23 November 2024

Soal Laut Natuna, Presiden Tegaskan Pemerintah Indonesia Tidak Ada Kompromi

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Joko Widodo Presiden memberikan arahan kepada menteri dan pejabat setingkat menteri, dalam rapat kabinet paripurna, Senin (6/1/2020), di Istana Negara, Jakarta. Foto: Farid suarasurabaya.net

Joko Widodo Presiden menegaskan, tidak ada tawar menawar mengenai kedaulatan Indonesia, terkait klaim China atas wilayah Laut Utara Natuna.

Pemerintah Republik Indonesia bersikap tegas, serta memprioritaskan upaya diplomatik damai dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

Pernyataan itu disampaikan Jokowi di hadapan para menteri dan pejabat setingkat menteri, dalam forum rapat kabinet paripurna, siang hari ini, Senin (6/1/2020), di Istana Negara, Jakarta.

Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pertahanan dan kementerian terkait sudah menyatakan empat poin sikap resmi Pemerintah Republik Indonesia.

Pertama, kapal ikan China sudah melakukan pelanggaran di wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE) NKRI.

Kedua, Pemerintah RI menegaskan ZEE tersebut ditetapkan pada Konvensi Peserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Tentang Hukum Laut pada tahun 1982.

Ketiga, Pemerintah RI mengingatkan, China adalah negara yang menyepakati konvensi PBB tersebut, sehingga sudah seharusnya menghormati hukum yang berlaku.

Keempat, Pemerintah RI tidak akan mengakui 9 Garis Putus-putus atau Nine-Dash Line sebagai batas teritorial laut yang diklaim China, karena tidak punya dasar hukum internasional.

“Yang berkaitan dengan Natuna, saya kira pernyataan yang sudah disampaikan sudah sangat baik, bahwa tidak ada tawar menawar mengenai kedaulatan, mengenai teritorial NKRI,” ujar Presiden.

Sekadar informasi, puluhan kapal nelayan China dengan pengawalan Penjaga Pantai China, terdeteksi masuk wilayah Laut Natuna Utara dan menangkap ikan pada pertengahan Desember 2019.

Kemudian, kapal-kapal TNI AL dan Badan Kemanan Laut (Bakamla) berulang kali mengusir kapal-kapal asing tersebut.

Pada tanggal 31 Desember 2019, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI memanggil Duta Besar Republik Rakyat China untuk Indonesia, dan menyampaikan nota protes.

Karena kapal nelayan China tetap beroperasi di Laut Natuna Utara, TNI menggelar operasi pengusiran dengan mengirim sejumlah kapal perang.

Sampai sekarang, tindakan TNI masih bersifat persuasif, memperingatkan kapal-kapal China yang sudah menerobos dan menangkap ikan secara ilegal, untuk keluar dari wilayah Indonesia.

Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB (The United Nations Convention on the Law of the Sea/UNCLOS) Tahun 1982, zona ekonomi eksklusif suatu negara adalah 200 mil laut dari daratan yang dikuasai.

Pemerintah Republik Indonesia menilai, ZEE Kepulauan Natuna tidak bersinggungan dengan klaim China.

Sementara itu, China menarik ZEE dari Kepulauan Spratly yang terletak di bagian utara Laut Cina Selatan.

Padahal, sebagian besar kepulauan itu sudah dalam arbitrase tribunal internasional pada 2016 menjadi milik Filipina. Tapi, Pemerintah RRC tidak mengakui putusan pengadilan itu, dan tetap mengklaim kepulauan yang mereka namakan Nansha sebagai miliknya.(rid/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs