Sabtu, 23 November 2024

Satu dari Tiga Anak Rentan Jadi Korban Kekerasan Atau Pelecehan Seksual

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Ilustrasi. Grafis: Tia suarasurabaya.net

Satu dari tiga anak sangat rentan menjadi korban kekerasan atau pelecehan seksual di manapun mereka berada.

Hal ini disampaikan Mardiko Saputro Ketua Pelaksana Aksi Damai Lawan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Minggu (10/12/2017).

Upaya menanggulangi ancaman tersebut, kata Mardiko, dapat dilakukan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai keberpihakan terhadap korban.

Menurut Mardiko, selain peran orang tua, juga dibutuhkan tanggung jawab dari pemerintah dan seluruh anak bangsa.

Jaringan Perempuan Peduli HAM (JPP-HAM) Surabaya melalui siaran persnya menyatakan bahwa kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia sungguh memprihatinkan.
Berikut ini sebagian fakta mencemaskan terkait situasi kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di tanah air:

1. Setengah dari anak perempuan Indonesia dibawah usia 11 tahun mengalami praktik sunat dan menjadikan Indonesia dalam 3 negara di dunia dengan prevalensi sunat perempuan tertinggi, bersama Gambia dan Mauritania (UNICEF, 2016).

2. Satu dari 10 perempuan Indonesia usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik atau seksual. Kebanyakan berupa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) (75%) yang dilakukan oleh pasangan, baik yang sudah menikah (2 dari 11 perempuan) maupun yang masih pacaran (Komnas Perempuan, 2016, Badan Pusat Statistik, 2016).

3. Perempuan dengan disabilitas lebih beresiko menjadi korban kekerasan. Kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan dengan disabilitas mencapai 93% (Komnas Perempuan, 2016).

4. Pernikahan di bawah umur masih sering terjadi. Satu dari 6 anak perempuan Indonesia menikah sebelum berusia 18 tahun, dan jumlah perkawinan di bawah umur yang disahkan oleh negara mencapai 8.488 (Badan Pusat Statistik, 2016).

5. Jumlah pembunuhan terhadap perempuan atau femicide, tahun ini mencapai 15 kasus yang terekam (Komnas Perempuan, 2016).

Sekadar diketahui, setelah beberapa dekade bungkam, dunia internasional dibuat terkesima dengan keberanian para korban membuka topeng para pemangsa seks (sexual predator) melalui media sosial.

Beberapa waktu lalu marak gerakan #MeToo atau “saya juga” yang diikuti warga Amerika Serikat di Twitter. Gerakan ini merupakan aksi solidaritas atau respon dari masyarakat yang berbagi cerita terkait pelecehan seksual melalu media sosial. Dari situlah mulai diketahui seberapa besar serangan seksual pada perempuan dan anak yang terjadi di dunia.

“Hal penting yang harus digarisbawahi dari fenomena tersebut adalah pentingnya kebersamaan dan dukungan dari berbagai pihak terhadap perempuan dan anak, korban pelecehan untuk berani bicara dan membuka selubung hitam para penjahat kelamin,” kata Mardiko Saputro.(ang/iss)

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs