Sabtu, 23 November 2024

Penyakit Difteri Masih Ancam Indonesia, Ini Penyebabnya

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Ilustrasi. Foto: Istimewa

Difteri hingga kini masih menjadi salah satu penyakit menular yang mengancam masyarakat Indonesia. Terbukti dengan belum hilangnya status Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri di beberapa provinsi.

Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan, ada 11 provinsi yang melaporkan terjadinya KLB difteri periode Oktober dan November 2017 yakni Sumatera Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Sementara itu, sampai bulan November 2017, kejadian difteri terjadi di 95 kabupaten/kota yang terletak di 20 provinsi di Indonesia.

Dikutip dari Antara, Jane Soepardi Direktur Surveilans dan Karantina Kementerian Kesehatan mengatakan kondisi ini salah satunya merupakan akibat keengganan masyarakat diimunisasi.

“KLB difteri memang ada dan melulu. 66 persen kasus difteri tidak diimunisasi. Jadi ada yang menolak vaksin, ada yang karena kesadaran kurang,” kata dia dikutip dari Antara, Selasa (5/12/2017).

Padahal, keberhasilan pencegahan difteri dengan imunisasi sangat ditentukan oleh cakupan imunisasi, yaitu minimal 95 persen.

Bila memakai tolok ukur Universal Child Immunization (UCI), suatu wilayah dikatakan merata imunisasinya jika mencapai angka lebih dari 80 persen.

Lebih lanjut, munculnya KLB difteri bisa juga karena kesenjangan atau kekosongan kekebalan di kalangan penduduk di suatu daerah.

“Kekosongan kekebalan ini terjadi akibat adanya akumulasi kelompok yang rentan terhadap Difteri, karena kelompok ini tidak mendapat imunisasi atau tidak lengkap imunisasinya,” kata dia.

WHO menganjurkan agar dilakukan imunisasi ulang dengan vaksin TD (Tetanus Difteri, red) setiap 10 tahun untuk mencegah difteri.

Difteri disebabkan kuman Corynebacterium diptheriae yang menyerang faring, laring atau tonsil. Penderita biasanya mengalami gejala seperti demam meningkat sampai 38 derajat Celcius, munculnya pseudomembran di tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan dan tak mudah lepas serta mudah berdarah.

Gejala lainnya, sakit waktu menelan, serta leher membengkak seperti leher sapi (bullneck,) akibat pembengkakan kelenjar getah bening di leher. Selain itu terjadi pula sesak nafas disertai suara mendengkur (stridor).(ant/ang/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs