Sabtu, 23 November 2024

Ini Alasan Anak-Anak Dicegah Menikah Dini

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Deklarasi Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak di Taman Bungkul Minggu, (26/11/2017). Foto: Denza suarasurabaya.net

Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Jawa Timur bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendeklarasikan “Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak” di Taman Bungkul Surabaya, Minggu (26/11/2017).

Elvi Hendrani Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pendidikan dan Budaya, Kementerian PPPA mengatakan, pencegahan perkawinan di usia anak untuk menghindarkan kerentanan atas hal-hal yang merugikan mereka.

“Anak menikah, mereka belum siap secara fisik, mental belum mampu, dan akan rentan menjadi korban trafficking. Selain itu, menikahkan anak termasuk salah satu jenis kekerasan,” ujarnya.

Dia mengatakan, usia anak-anak itu adalah usia untuk mencari bekal ketika mereka dewasa. Karena itulah, anak-anak tidak boleh tidak sekolah atau menikah.

“Ketika mereka menikah, pada saat itulah proses mencari bekal itu terhenti, mereka sudah menjadi orangtua. Padahal seharusnya mereka diharapkan menjadi generasi emas bangsa,” katanya.

Elvi juga mengatakan, perkawinan anak juga merupakan pelanggaran atas hak anak, yang mana hak atas anak ini telah menjadi bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM).

Undang-Undang Perlindungan Anak nomor 35/2014 telah memuat aturan mengenai larangan menikah di usia anak-anak. Aturan itu juga menjadi prioritas kedua non layanan dasar di Undang-Undang Pemda 23/2014.

“Termuat di UU Pemda itu, kewajiban Pemerintah Daerah dalam melakukan perlindungan terhadap anak,” ujarnya.

Upaya sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran mengenai bahaya menikahkan anak di usia dini ini juga berkaitan dengan target nasional menjadikan Indonesia Layak Anak (Idola) pada 2030 mendatang.

“Karena PBB juga sudah sering menanyakan, apa upaya pemerintah Indonesia untuk memenuhi hak-hak anak?” Katanya.

Padahal, menurut data global, Indonesia tercatat sebagai negara ketujuh dengan tingkat perkawinan anak terbanyak di dunia. Sedangkan di tingkat Asia, Indonesia menduduki posisi kedua setelah Kamboja.

Sementara, di Jawa Timur, data BKKBN Provinsi Jatim, pada 2015 lalu tercatat jumlah perempuan di bawah 16 tahun yang menikah atau hamil mencapai 5.000 orang.

Data ini berdasarkan permintaan dispensasi menikah di bawah umur, disesuaikan dengan aturan dalam Undang-Undang Pernikahan, yang diajukan ke Pengadilan Agama Jatim.

Wiwik Afifah Sekretaris Wilayah KPI Jawa Timur menyebutkan, pengajuan dispensasi menikah di bawah umur ini bahkan dilakukan oleh anak yang masih berusia 13,14, atau 15 tahun.

Dia menyatakan, angka tertinggi pernikahan di bawah umur terjadi di kabupaten/kota seperti Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Sampang, Sumenep, Kabupaten Tuban, dan Malang.

“Data Kementerian PPPA 2016, di Bondowoso itu ada sebanyak 2.250 anak yang menikah dalam setahun,” ujarnya.

KPI, kata Wiwiek, akan kembali mengajukan Yudisial Review ke Mahkamah Konstitusi mengenai aturan usia dewasa di Undang-Undang Pernikahan RI.

Sampai saat ini, kata dia, aturan itu menyebutkan batas dewasa seseorang untuk menikah adalah usia 16 tahun. Sementara di UU Perlindungan Anak disebutkan, seseorang baru disebut dewasa pada usia 18 tahun.

“Meskipun kemarin sempat batal di 2014 kami akan tetap mengupayakan kembali supaya ada peningkatan usia dewasa di UU Pernikahan. Salah satu opsinya, penyesuaian ini bisa dilakukan dengan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang),” katanya.(den)

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs