Rabu, 12 Maret 2025

Kisah Dibalik Rusaknya TPQ, Karena Disapu Angin Puting Beliung

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Kondisi TPQ Raudlatus Shibyan, Desa Tambak Rejo, Waru, Sidoarjo .Foto: Denza Perdana suarasurabaya.net

Rabu (22/11/2017) sore kemarin, sekitar pukul 15.30 WIB, Mahmudah (45) seorang guru Ngaji di Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) Raudlatus Shibyan mengumpulkan sekitar 20 anak didiknya yang sudah datang untuk mengaji di Aula.

Beberapa siswa sempat keluar dari TPQ di Jalan Hasan Bajuri, Desa Tambak Rejo, Waru, Sidoarjo itu untuk membeli jajanan yang dijual oleh beberapa pedagang.

Saat itulah, angin kencang berhembus disertai hujan yang cukup deras. Mahmudah kembali mengajak mereka masuk ke ruangan Aula TPQ. Tapi listrik tiba-tiba mati.

“Saya kok sendirian sama anak-anak, saya lihat ada beberapa guru lain di kantor, saya ajak anak-anak ke sana,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Kamis (23/11/2017).

Angin semakin kencang. Plafon di ruangan kantor TPQ itu mulai terangkat. Saat itulah, anak-anak mulai menangis karena gemuruh suara angin begitu keras. Mahmudah panik.

Perempuan yang tinggal tidak jauh dari lokasi TPQ itu pun mengajak anak-anak didiknya keluar dari kantor tapi bingung mencari perlindungan. Saat dia, beberapa rekannya, dan 20 anak-anak itu keluar ke tengah lapangan angin sudah mengangkat sebagian besar genting di bangunan TPQ itu.

“Di tengah lapangan itu. Di situ saya pegangi erat-erat anak-anak itu, saya baca doa, karena saya sudah sangat kebingungan,” katanya.

Angin puting beliung itu melintas tak lebih dari 5 menit. Tapi hampir seluruh atap di 14 ruangan belajar di TPQ Raudlatus Shibyan yang terbuat dari asbes tersapu angin. Sebagian besar plafon ruang kelas itu juga rusak dan runtuh berserakan.

Mahmudah sedikit terluka karena goresan pecahan material bangunan di bagian wajah, di sekitar hidungnya. Tapi dia sangat bersyukur, anak-anak didiknya tak satupun mengalami luka setelah peristiwa itu.

“Alhamdulillah. Setelah anginnya lewat, hujan turun makin deras. Saya akhirnya mengajak anak-anak berlindung ke teras rumah Ibu Istianah, Pengurus TPQ (di samping bangunan aula TPQ),” ujar Mahmudah.

Hajah Istianah mengatakan, kebetulan saat angin puting beliung yang juga melanda dua desa lainnya (Tambak Sumur dan Tambak Sawah) terjadi, belum banyak siswa yang datang.

Padahal, jumlah total siswa di TPQ itu kurang lebih 400 orang. Hanya 20 orang yang bersama Mahmudah itulah yang sudah datang ke TPQ sore itu, untuk mengikuti pelajaran yang biasanya dimulai pukul 15.45 WIB.

“Biasanya anak-anak itu jam setengah empat sudah banyak yang datang. Ya enggak semuanya, soalnya di sini dibagi dua kali pelajaran, sore sama malam. Kok, untungnya yang datang baru 20 anak itu,” ujarnya.

Mahmudah boleh jadi merasa sedikit lega setelah hilangnya pusaran puting beliung. Tapi ada salah seorang warga mengabarkan, rumahnya kena angin dan suaminya mengalami luka-luka.

Khoirul Anam (54) suami Mahmudah yang setiap harinya berjualan es dan makanan ringan di Madrasah Ibtidaiyah Darul Ulum, kebetulan sudah di rumah. Saat puting beliung itu melintas, dia berada di beranda.

“Saya di depan rumah, penasaran lihat angin. Kok tambah lama tambah besar. Terus saya mau masuk rumah tapi sudah banyak material yang kebawa angin ke arah saya,” katanya ditemui di penampungan warga di MI Darul Ulum.

Pria itu baru sadar beberapa bagian tubuhnya luka setelah angin dengan kecepatan 70-80 kilometer per jam itu pergi. Oleh petugas dinas kesehatan, dia dibawa ke Puskemas Waru dan mendapatkan empat jahitan.

”Di sini (pipi) sama di dada ini ada, juga di sini (sambil menunjukkan perban di bagian bawah ketiak kiri) lalu ini (menunjukkan lengan kanannya yang masih diperban).”

Saat kejadian puting beliung itu, di rumah Mahmudah, nomor 30, ada Jumaasih (80) neneknya. Perempuan itu, kata Mahmudah, baru saja keluar dari kamar mandi dan duduk di atas dipan tempat tidurnya di ruang tengah.

Saat angin mulai mengangkat genting dengan suara gemuruh yang cukup keras, Khoirul Anam bermaksud masuk rumah melindungi nenek mertuanya itu tapi tidak sempat.

Beruntung, Jumaasih yang sudah sangat ketakutan tidak terluka sama sekali. “Anehnya,” kata Mahmudah, “begitu mbah digotong dari ruang tengah sama menantu saya, plafon itu ambrol pas di atas dipannya mbah. Ya Allah, Alhamdulillah.”

Jumaasih pun dia ungsikan ke rumah saudaranya di Sedati untuk sementara waktu. Sedangkan Mahmudah, suaminya, juga anak dan menantunya, untuk sementara ini tinggal di penampungan.

BPBD Sidoarjo sampai saat ini masih mendata dan mengklasifikasi kerusakan rumah-rumah warga di tiga desa terdampak. Pemkab Sidoarjo akan memberikan bantuan bagi warga sesuai tingkat kerusakan rumah mereka.

Tidak hanya rumah Mahmudah, ada sekitar 40 orang warga di Desa Tambak Rejo yang harus tinggal di tempat penampungan sementara, yakni di salah sebuah ruangan di MI Darul Ulum, sampai sore ini.(den/rst)

Teks Foto:
– Kondisi TPQ Raudlatus Shibyan, Desa Tambak Rejo, Waru, Sidoarjo, yang sebagian besar atap dari 14 ruang belajar rusak.
– Kondisi rumah Mahmudah di ruang tengah yang atapnya tersisa galvalum.
– Khoirul Anam, suami Mahmudah sedang terbaring di tempat penampungan sementara, di MI Darul Ulum.

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Kebakaran Tempat Laundry di Simo Tambaan

Kecelakaan Mobil Listrik Masuk ke Sungai

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Surabaya
Rabu, 12 Maret 2025
28o
Kurs