Indonesia tengah berada dalam kondisi darurat informasi bohong alias hoax seiring interaksi masyarakat Indonesia di dunia maya yang semakin hari semakin tinggi. Sebanyak 52 persen penduduk Indonesia sangat “melek internet”, lebih dari 60 juta orang memiliki telepon cerdas alias urutan kelima dunia dalam hal ini.
Hal itu disampaikan Gun Gun Siswadi, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informasi, ketika berbicara di Seminar Nasional bertema “Pers Sebagai Alat Pemersatu Bangsa”, di Alahan Panjang Resort, Kabupaten Solok, Sumatera Sumatera Barat, Jumat (3/11/2017), demikian siaran pers yang dilansir Antara
Seminar ini diselenggarakan sebagai kegiatan menuju Hari Pers Nasional 2018 yang akan dipusatkan di Padang, Sumatera Barat, Februari 2018 mendatang.
“Data terakhir yang kami miliki memperlihatkan bahwa penguna internet di Indonesia sebanyak 132,7 juta, dengan 129,2 juta di antaranya adalah pengguna media sosial pada level aktif,” ujar Siswandi.
Dari sekian banyak informasi yang berkembang di dunia maya, tidak sedikit yang merupakan informasi yang pantas untuk diragukan kebenarannya. Namun, karena tidak memiliki kemampuan menyaring berita bohong, tak jarang masyarakat menerima begitu saja dan bahkan ikut menyebarkan kabar bohong.
Margiono, Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), sependapat dengan Siswandi. Menurut Margiono yang juga ketua Panitia Pusat HPN 2018, masyarakat Indonesia tengah berada pada era di mana kebenaran dan kebohongan semakin sulit dibedakan.
Ia mengatakan, diperlukan proses yang tidak singkat untuk menemukan kebenaran dari satu peristiwa. Misalnya, saat terjadi peristiwa pembunuhan, polisi menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Walaupun ada yang telah ditetapkan sebagai tersangka, namun proses pencarian kebenaran atas peristiwa pembunuhan itu belum selesai. Masih dibutuhkan proses pengadilan untuk memastikan kebenaran fakta pembunuhan yang terjadi.
Pengadilan pun, sambung Margiono, tidak begitu saja bisa memutuskan fakta dalam kasus pembunuhan, karena membutuhkan keterangan-keterangan tambahan dari saksi dan ahli-ahli yang memahami peristiwa tersebut dalam pendalaman kasus.
Margiono berharap masyarakat memiliki kemauan untuk merunut sebuah informasi demi menemukan kebenaran faktual sebuah peristiwa. Pers, di saat yang bersamaan juga bertanggung jawab untuk memberikan informasi yang memang berdasar pada kebenaran faktual.
Secara terpisah, menurut Dr Karlina Supelli, ahli budaya, dalam pidato kebudayaannya, bahwa meski minat baca rendah namun Indonesia di peringkat kelima paling cerewet di dunia. Jakarta, bahkan, adalah kota paling cerewet di dunia maya: 15 twit per detik.(ant/iss/ipg)