Ratusan sopir angkutan kota (angkot) dari beberapa jurusan di Surabaya kembali menggelar unjuk rasa mendesak Soekarwo Gubernur Jawa Timur segera menerapkan peraturan gubernur (Pergub) yang membatasi angkutan berbasis aplikasi.
Unjuk rasa ini merupakan kelanjutan setelah 3 Oktober lalu mereka juga menggelar aksi yang sama di kantor gubernur Jalan Pahlawan.
Dalam aksi kali ini, para sopir angkot juga memarkir kendaraan mereka di sepanjang Jalan Gubernur Suryo depan Grahadi.
Massa menggelar orasi bergantian mendesak Soekarwo segera menerapkan Pergub yang membatasi angkutan umum berbasis aplikasi.
Hamid koordinator dari Serikat pekerja transportasi Indonesia Jatim mengatakan, Pergub pembatasan angkutan berbasis aplikasi sebenarnya sudah ada namun hingga saat ini Pergub tersebut tak kunjung ditetapkan.
Padahal dalam Pergub tang disusun berdasarkan masukan dari para sopir angkot maka angkutan berbasis aplikasi dilarang untuk beroperasi di tempat umum semisal bandara, terminal, stasiun, pelabuhan, rumah sakit, serta beberapa tempat umum lainnya. Selain itu angkutan umum berbasis aplikasi juga akan dibatasi.
Hamid mengatakan, saat ini jumlah angkot dan angkutan berbasis aplikasi di Surabaya sudah tidak seimbang dimana angkutan berbasis aplikasi saat ini sudah mencapai 30 ribu, padahal jumlah angkutan kota di Surabaya saat ini tinggal 3 ribu.
“Begitu juga taksi reguler saat ini jumlahnya tinggal 5.500, dan bus kota sekitar 100-an saja,” ujarnya.
Bahkan maraknya angkutan berbasis aplikasi juga menjadikan belasan jurusan angkutan kota saat ini sudah mati. Awalnya jumlah trayek atau jurusan angkot di Surabaya mencapai 58 jurusan, namun saat ini hanya menyisakan 40 jurusan.
Sementara itu aksi yang digelar dengan memarkir angkot di sepanjang Jalan Gubernur Suryo ini juga membuat polisi terpaksa membatasi akses lalu lintas
Seluruh mobil dilarang melintas dan hanya sepeda motor saja tang saat ini bisa melintas di Jalan Gubernur Suryo. (fik/dwi)