Soegondo Djojopuspito salah seorang pemuda Indonesia yang menjadi tokoh penting lahirnya Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, kini namanya mulai dilupakan, kata Sunaryo Joyopuspito, putranya.
“Sebetulnya Soegondo adalah tokoh yang dilupakan. Sebelum Indonesia memproklamirkan menjadi negara, bangsa Indonesia sudah diproklamirkan lewat Sumpah Pemuda itu,” ujar pria berusia 78 tahun itu di kediamannya di kawasan Depok, Jawa Barat, Jumat (27/10/2017).
Sejak masa Daoed Jusuf Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang mengusulkan Soegondo menjadi Pahlawan Nasional hingga Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dari berbagai masa pemerintahan sejak Orde Baru hingga Orde Reformasi saat ini, menurut dia, usulan tersebut tidak ada tindaklanjutnya.
Kondisi itulah yang kemudian membuat sosok sepenting Soegondo Djojopuspito yang berjasa dalam perjalanan bangsa Indonesia dinilainya terlupakan.
“Saya pribadi sebagai anak tidak mengerti di mana letak apresiasi negara sehingga sampai saat ini usulan untuk menjadi Pahlawan Nional itu belum terlaksana,” katanya.
Ia mengatakan bangsa Indonesia lahir pada 1928, sedangkan negara Indonesia dilahirkan 1945 lewat Proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno.
Di antara Soekarno dan Soegondo, ia mengemukakan, dulunya pernah mondok bersama di rumah tokoh pendiri Partai Sarikat Dagang Islam, kemudian menjadi Partai Sarikat Islam, Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto di Surabaya, Jawa Timur, periode 1919–1922.
Di mata Sunaryo, HOS Tjokroaminoto adalah tokoh penting, seperti gerakan kebangsaaan pemuda Indonesia yang juga melahirkan dua tokoh besar seperti Soekarno dan juga ayahnya, yakni Soegondo.
“Tapi, Budi Utomo lebih muncul dari Tjokroaminoto, jadi tidak dielu-elukan,” kata kandidat doktor Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia (UI) itu.
Bagi Sunaryo peringatan Sumpah Pemuda setiap tanggal 28 Oktober hanya tinggal seremonialnya saja. Seperti ketika orang bertanya tentang lagu keroncong di era saat ini, karena keroncong sudah ditinggalkan.
Atau, ketika dirinya memainkan musik klasik Mozart, hanya sekadar memainkan, seperti bernostalgia saja.
“Orang-orang yang merayakan Sumpah Pemuda hanya bernostalgia saja, karena anak-anak sekarang berbeda dengan pemuda dulu. Suka yang instan,” katanya.
Gerakan Sumpah Pemuda dicetuskan oleh pemuda Indonesia yang menjadi dasar berdirinya bangsa Indonesia. Pemuda yang berasal dari berbagai daerah, bersatu merumuskan motto “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa”.
Sumpah Pemuda, menurut Sunaryo, terinspirasi dari gerakan “Surrealisme” di Prancis tahun 1924 pimpinan Andre Breton yang melahirkan Trilogi Surrealisme, yakni Liberte (kemerdekaan), Fraternite (kesetaraan) dan Egalite (persatuan).
Pada 1925 majalah Indonesia Merdeka asuhan Mohammad Hatta membuat karangan Mr. Soenario, yang pandai bahasa Prancis, tentang Manifesto Politik 1925 dan merupakan terjemahan dari Gerakan Surrealisme.
Dalam Kongres Pemuda II, Soegondo yang menjadi Ketua Pemuda Indonesia, ingin melahirkan suatu trilogi ikrar yang monumental agar diingat bagi para pemudiaan di kemudian hari, yakni “Kita Putra dan Putri dari satu bangsa berasal dari satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa, Indonesia”.
M. Yamin, salah seorang pemuda yang mahir berbahasa Indonesia menerjemahkan trilogi kongres pemuda ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa”.
“Di detik terakhir kongres Yamin menyodorkan secarik kertas yang berisi rumusan resolusi yang lebih luwes kepada Soegondo yang akhirnya diparaf dan disetujui dan diakui oleh anggota lainnya dari konsep trilogi pemuda Indonesia Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa,” demikian Sunaryo Joyopuspito.
Soegondo Djojopuspito tercatat lahir di Tuban, Jawa Timur, pada 22 Februari 105, dan meninggal di Yogyakarta pada 23 April 1978.
Pemerintah Indonesia pada 1978 menganugerahi Tanda Kehormatan Indonesia berupa Bintang Jasa Utama, dan Satya Lencana Perintis Kemerdekaan pada 1992.
Pada 18 Juli 2012 Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) meresmikan Wisma Soegondo Djojopuspito di Cibubur, Jakarta Timur, yang hingga kini menjadi salah satu lokasi pelatihan bagi para anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka).
Patung dada Soegondo Djojopuspito tersimpan di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya Nomor 106, Jakarta Pusat, untuk menandai perannya sebagai salah seorang di balik peristiwa sejarah menuju Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).(ant/iss/ipg)