Beberapa warga pengguna angkutan konvensional, terutama angkutan kota atau lyn di Surabaya berpendapat keberadaan angkutan online memang sudah menjadi bagian dari kemajuan teknologi.
Namun, mereka juga berpendapat, keberadaan angkutan konvensional sebisa mungkin dipertahankan.
Handoyo warga Sawotratap, Gedangan, Sidoarjo, mengatakan hal ini ketika ditanya pendapatnya saat menaiki bus Dishub Surabaya di Terminal Bratang, Selasa (3/10/2017).
“Tapi keberadaan taksi online ini akhirnya menimbulkan banyak kesenjangan. Pendapatan sopir angkutan biasa jadi berkurang,” katanya kepada suarasurabaya.net.
Danti warga Menur Pumpungan Surabaya mengatakan, transportasi online lebih bisa dipercaya.
“Karena jalurnya kan bisa dipantau dari pusat, kalau ada penyelewengan bisa dilaporkan,” katanya.
Sementara berkaitan transportasi konvensional, dia berpendapat bisa juga dipertahankan. Dia memandang, karena untuk orang-orang yang sudah tua agak tidak mungkin berpindah ke transportasi online.
Hajah Sulastri warga Jalan Hayam Wuruk yang sering pulang pergi Hayam Wuruk-Kertajaya mengakui, belakangan ini dia harus menunggu lebih lama saat hendak bepergian dengan angkutan umum.
“Ya karena penumpangnya sudah berkurang. Kalau enggak orang-orang seperti saya ini, siapa lagi yang mau naik. Kasihan juga sopir angkotnya,” ujarnya.
Sulastri sendiri mengaku sama sekali belum pernah naik transportasi online atau berbasis aplikasi. Dia mengaku sudah tidak mampu mengikuti teknologi.
“Ya naik angkot ini. Apalagi kalau transportasi lain kan lebih mahal. Naik angkot cuma lima ribu,” katanya.
Sampai Selasa siang pukul 11.00 WIB, meski sudah tidak terlalu banyak penumpang, kendaraan operasional yang disediakan Pemkot Surabaya dan Pemprov Jatim di Terminal Bratang masih terus bersiaga.
Setidaknya telah ada 33 kendaraan yang disiapkan untuk mengantarkan penumpang di berbagai lokasi trayek angkutan dari Terminal Bratang.(den/dwi)