Sabtu, 23 November 2024

KPK Pertanyakan Keabsahan Dokumen yang Diajukan Pengacara Setnov

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Setiadi Kabiro Hukum KPK memberikan keterangan soal bukti yang diajukan pengacara Setya Novanto pada praperadilan di PN Jakarta Selatan, Senin (25/9/2017). Foto: Farid suarasurabaya.net

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mempersoalkan berkas dokumen Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diajukan sebagai bukti oleh tim pengacara Setya Novanto pada sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Di tengah jalannya persidangan, Setiadi Kepala Biro Hukum KPK menanyakan cara pemohon (Novanto) mendapatkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Nomor 115 Tahun 2013.

Ketut Mulya Arsana anggota Tim Pengacara Novanto mengatakan, pihaknya mendapatkan berkas itu langsung dari BPK sesudah mengajukan permintaan, sehari sebelum sidang perdana digelar.

“Kami hormati saja cara mereka mendatangi instansi pemerintah (BPK) untuk mendapatkan informasi itu. Cuma permasalahannya, itu kan didapatkannya tanggal 19 September. Sementara sidang sudah dimulai seminggu sebelumya yang waktu itu kami minta untuk ditunda, dan tanggal 20 kan dimulai pembacaan pemohon,” ujar Setiadi di Gedung PN Jakarta Selatan, Senin (25/9/2017).

Selain itu, KPK juga mempertanyakan keabsahan LHP BPK Nomor 115 Tahun 2013 yang ternyata masih berupa dokumen konsep, belum bentuk final yang diterbitkan BPK.

Kata Setiadi, substansi LHP 115/2013 bukan mempermasalahkan hasil pemeriksaan kinerja, tapi ingin mengetahui perbandingan standard operating procedure (SOP) yang dimiliki KPK dengan pelaksanaan kegiatannya.

Menurutnya, siapapun bisa menyimpulkan kalau ada konsep, berarti ada yang aslinya atau yang sudah hasil akhir (finalisasi) pemeriksaan.

“Kalau itu tetap dijadikan dasar oleh pemohon ya silahkan saja, nanti kami akan berikan tanggapan terhadap bukti itu di dalam kesimpulan. Intinya, kami ada kecenderungan untuk tidak mengakui dokumen itu sebagai bukti dalam persidangan ini,” tegasnya.

Pengacara Novanto juga mengakui kalau LHP dari BPK Nomor 115 Tahun 2013 itu memang masih berupa konsep. Tapi, dia tetap memaksa menggunakan sebagai bukti, dengan pertimbangan dokumen itu sudah bisa diakses oleh publik dan ada tanda tangan pejabat BPK.

“LHP BPK itu kan Nomor 115 Tahun 2013, artinya itu barang memang sudah terpublikasi. Domainnya menjadi domain publik dan LHP 115 itu juga dipergunakan dalam perkara praperadilan Nomor 36 Tahun 2015 dengan pemohon Bapak Hadi Purnomo,” jelas Ketut Mulya Arsana.

Seperti diketahui, KPK menetapkan Setya Novanto Ketua DPR RI sebagai tersangka korupsi proyek KTP Elektronik pada 17 Juli 2017.

Novanto diduga berperan mengatur proses penganggaran dan pengadaan proyek KTP Elektronik, melalui Andi Agustinus pengusaha yang sudah berstatus terdakwa.

Karena merasa keberatan dengan status tersangka, Ketua Umum Partai Golkar itu mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (rid/iss/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs