Pemkot Surabaya bersama beberapa praktisi dari UNAIR dan ITS membahas soal transformasi pasar tradisional di Surabaya.
Prof. Dr. Djoko Mursinto Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR) mengatakan, pasar tradisional yang identik kumuh, bau, dan becek akibat kesalahan cara pengelolaan pasar.
Kesalahan ini, kata dia, terletak pada manusianya. Bukan pada sistem di dalamnya. Menurutnya pengelola harus memiliki jiwa wiraswasta yang inovatif dan kreatif, tidak sekedar menjalankan tugas pokok dan fungsinya belaka.
“Tugas pengelola tidak hanya menarik retribusi dan menyewakan tempat untuk berjualan saja, tetapi juga harus mampu memikirkan cara untuk bisa meramaikan pasar,” kata Djoko di kantor bagian Humas, Rabu (20/9/2017).
Djoko mengatakan, transformasi yang harus dilakukan adalah meramaikan pasar. Pengelola pasar tradisional harus mampu mencari sumber pendapatan lain di luar retribusi pasar dan penyewaan stan.
Misalnya dengan memenej ruang tertentu untuk disewakan iklan atau pameran, yang bisa mendatangkan pendapatan untuk PD Pasar. Dia mengakui, itu sudah dilakukan, tapi menurutnya kurang profesional.
Pengembangan pasar, kata Djoko, juga perlu dilakukan. Tdak hanya menjadikan pasar sebagai tempat berbelanja, tapi sebagai tempat rekreasi bersih, terang dan tidak kumuh.
Dia mencontohkan, pasar tradisional di Kota Malang yang kebersihannya terjaga dengan lampu yang terang benderang. Kalau ini dilakukan di Surabaya, banyak komoditi berkaitan ikon-ikon Surabaya yang bisa menjadi daya tarik Pasar Tradisional.
“Misalnya gantungan kunci Suro lan Boyo dan ikon-ikon lainnya,” kata Djoko.
Pembenahan pasar tradisional bergantung kepada kepala pasar yang berani mengambil keputusan dengan segala macam risiko serta memiliki pemikiran visioner.
Sementara, Drs. Kresnayana Yahya Pakar Statistik Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) mengatakan, keberadaan pasar tradisional tidak akan surut.
Kebutuhan pasar, kata dia, masih sangat diperlukan. Sebab masih ada sekitar 120 ribu usaha kecil makanan dan minuman yang perlu kulakan harian.
“Belum lagi hotel, resto dan kantin yang masih memerlukan pasar,” kata Kresna.
Dia menyatakan, ada cara untuk mentransformasi pasar Surabaya di masa depan. Pertama, dengan membuat pasar-pasar tematik yang mampu terintegrasi dengan kebutuhan wilayah perumahan.
Selain itu, dia juga memaparkan, bagaimana pasar tradisional seharusnya bisa menjadi show room budaya, asal usul dan pertemuan kultural.
Dia juga memiliki pemikiran, bagaimana pasar menonjol sifatnya yang spesifik. Misalnya, ada pasar yang fokus menjual buah, sayur, daging, ayam, telur sampai kebutuhan spesifik seperti empon empon dan bahan jamu.
Menanggapi hal ini, Khalid Kepala Bagian Administrasi Perekonomian dan Usaha Daerah Kota Surabaya berharap, baik manajer atau direktur PD Pasar bisa memahami tata cara pengelolaan pasar.
Agar transformasi pasar tradisional di Surabaya pada masa depan bisa segera terwujud, dia mengatakan bahwa calon pemimpin pasar harus memahami semua lini.
“Dari manajemen aset dan sistem kerja berdasarkan waktu. Sehingga ada batas waktu kalau bekerja. Dan mereka harus mampu mempekerjakan seluruh elemen pelayan publik, juga mampu melayani masyarakat dengan baik melalui bisnisnya,” kata Khalid.(den/rst)