Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (19/9/2017), kembali memeriksa tiga orang tersangka kasus dugaan suap yang melibatkan oknum penegak hukum di Bengkulu.
Ketiga orang itu adalah Dewi Suryana Hakim di PN Tipikor Bengkulu, Hendra Kurniawan Panitera Pengganti PN Tipikor Bengkulu dan Syuhadatul Islami seorang Pegawai Negeri Sipil.
Sekitar pukul 10.00 WIB, Dewi Suryana dan Syuhadatul Islami datang bersamaan diantar mobil tahanan KPK. Menyusul kemudian Hendra Kurniawan yang langsung menuju ruang pemeriksaan.
“Ketiga tersangka menjalani pemeriksaan silang sebagai saksi untuk tersangka lain,” kata Febri Diansyah Juru Bicara KPK, Selasa (19/9/2017), di Gedung KPK, Jakarta Selatan.
Kasus suap itu terungkap sesudah KPK mendapat informasi awal dari Mahkamah Agung, lalu menggelar serangkaian operasi tangkap tangan (OTT) di Bengkulu dan Bogor, Rabu (6/9/2017).
Uang suap sebanyak Rp125 juta diduga diberikan Syuhadatul Islami kerabat Wilson Plt Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemkot Bengkulu yang juga terdakwa kasus korupsi pengelolaan anggaran rutin dan kegiatan fiktif tahun 2013.
Tujuannya, supaya Wilson yang terbukti merugikan keuangan negara sebanyak Rp590 juta divonis ringan oleh Majelis Hakim PN Tipikor Bengkulu.
Wilson sendiri sudah divonis 1 tahun 3 bulan penjara dan menjalani hukumannya terhitung sejak 14 Agustus 2017.
Sebagai tersangka pemberi suap, Syuhadatul Islami disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tipikor, juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Syuhadatul terncaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sedangkan Dewi Suryana dan Hendra Kurniawan tersangka penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b, atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kedua oknum penegak hukum di Bengkulu itu terancam hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. (rid/fik)