Pansus Angket KPK DPR RI akan mengunjungi rumah sekap yang diduga dipakai KPK. Rumah sekap yang akan dikunjungi Pansus ini berada di daerah jembatan Serong, Depok, Jawa Barat.
Masinton Pasaribu wakil ketua Pansus Angket KPK mengatakan istilah rumah sekap ini disampaikan Niko Panji Tirtayasa saksi palsu dalam perkara Pilkada yang saat itu ditangani Akil Mochtar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.
“Niko itu saksi palsu karena dia orang yang tidak mengetahui peristiwa, dan tidak mengalami peristiwa tersebut. Dia memang saksi palsu yang dikondisikan oleh oknum penyidik KPK untuk memberikan kesaksian palsu, dan keterangan palsu dalam proses penyelidikan, penyidikan dan proses persidangan,” ujar Masinton di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (11/8/2017).
Menanggapi KPK yang menyebut kalau rumah itu namanya “Safe House”, Masinton menegaskan kalau tempat itu disebut rumah sekap karena Niko adalah saksi palsu, bukan saksi yang sebenarnya.
“Kalau yang namanya safe house itu adalah saksi atau korban yang benaribenar mengalami peristiwa tersebut dan jiwa serta keselamatannya terancam, maka ditempatkan di rumah aman. Kalau saksi palsu, itu disekap namanya,” kata dia.
Sebelumnya, Febri Diansyah Jubir KPK menyayangkan ada yang tidak bisa membedakan antara safe house untuk kebutuhan perlindungan saksi, dengan rumah sekap.
Sementara waktu dihadirkan di Pansus Angket KPK dan dibawah sumpah, Niko menyebut rumah sekap karena merasa disekap di sebuah rumah tanpa bisa berhubungan dengan pihak luar termasuk keluarga. Saat itu dia memang tidak boleh menggunakan alat komunikasi dengan siapapun dan dijaga ketat oleh anggota kepolisian dari satuan Brimob.
Niko mengaku dipaksa bersaksi palsu dengan iming-iming uang, liburan mewah menggunakan private jet, dan pembagian harta sitaan milik Muchtar Effendi. Pengkondisian Niko Panji Tirtayasa sebagai saksi palsu adalah di rumah sekap tersebut.
Niko juga mengaku pernah dibuatkan kartu tanda penduduk (KTP) palsu oleh oknum penyidik KPK. KTP itu dibuatkan dengan nama Miko, Kiko, dan Samsul Anwar untuk kepentingan di pengadilan.
Sementara Misbakhun anggota Pansus angket KPK mengatakan kalau dalam audit keuangan BPK yang masuk ke Pansus Hak Angket DPR tidak ada biaya terkait dengan safe house. Selain itu tidak ada anggaran yang dialokasikan untuk sewa fasilitas tersebut.
Misbakhun menyebut, bendahara KPK dalam menyewa safe house harus memungut PPN atas sewa gedung dan memotong PPh sesuai Pasal 23 untuk sewa.
Sampai saat ini, kata dia, apa yang disampaikan oleh Febri Diansyah Juru Bicara KPK terkait rumah sekap atau safe house tidak tergambarkan sebagai sebuah proses yang transparan dan akuntabel secara keuangan dan dari sisi kewajiban perpajakan.
“KPK harus bisa menjelaskan dari mana dana yang dipakai untuk membayar Niko berlibur, termasuk sewa private jet, membayar uang bulanan, menyewa safe house atau rumah sekap tersebut,” tegasnya.(faz/dwi/rst)