Setelah 41 hari berhenti beroperasi, produksi PT Smelting Gresik sudah kembali normal. Bahkan, jauh lebih produktif dan lebih efesien dibanding sebelum berhenti produksi.
“Operasional pabrik Smelting sudah betul-betul normal kembali. Bahkan, sudah melampaui produktifitas sebelum berhenti operasional,” kata Antonius Prayoga Smelter Plant Manager PT Smeting Gresik, ketika ditemui di Surabaya, Selasa (18/7/2017).
Pada bulan Mei atau bulan ketiga setelah beroperasi kembali, misalnya, rasio kualitas produk anoda tembaga mencapai 99,85 persen. Rasio itu sudah melampaui kualitas tiga bulan terakhir sebelum pabrik berhenti beroperasi.
Mengapa dalam waktu sesingkat itu bisa menormalkan produktifitas? Menurut Yoga karena karyawan baru yang mengoperasionalkan ini patuh terhadap SOP (Standard Operation Procedure) dan mengikuti sepenuhnya instruksi supervisor.
“Para pekerja yang sekarang disiplin, cepat belajar dan rajin. Sehingga kesalahan-kesalahan dalam mengoperasikan pabrik menjadi lebih kecil. Ini luar biasa,” ujarnya.
Menurut dia, setelah beroperasi dengan pekerja baru, gap antara pekerja baru dengan para manager menjadi tidak ada. Sehingga segala persoalan karyawan selalu bisa dipecahkan. Adanya gap antara pekerja dan manager inilah yang beberapa waktu lalu menuai masalah sehingga PT Smelting sempat berhenti beroperasi.
Sekadar dikethaui, PT Smelting Gresik sempat berhenti produksi selama 41 hari karena ada persoalan dengan pekerja. Mereka terpaksa harus merekrut tenaga baru karena ratusan karyawan mogok menuntut perubahan perjanjian kerja dengan perusahaan. Perselisihan ini, kini masuk ke ranah Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
PT Smelter merupakan satu-satunya pabrik penghasil Acid (asam sulfat) untuk bahan baku pupuk di Jawa Timur. Terhentinya produksi PT Smelting selama 41 hari sempat mengganggu produksi PT Petrokimia Gresik sehingga mengancam program ketahanan pangan. (fik/ipg)