Miryam S Haryani terdakwa kasus pemberi keterangan palsu pada persidangan kasus dugaan korupsi proyek KTP Elektronik mengadu ke Pansus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk DPR.
Politisi Partai Hanura itu merasa dakwaan yang disampaikan Jaksa KPK pada sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Kamis (13/7/2017), tidak sesuai fakta.
Miryam melalui Aga Khan pengacaranya telah menyiapkan nota keberatan atau eksepsi serta membuat laporan pengaduan ke Panitia Angket KPK.
Melalui laporan itu, Miryam berupaya membuktikan kalau dirinya tidak memberikan keterangan palsu seperti yang didakwakan. Selain itu, dia juga berharap pengaduannya ditindaklanjuti Pansus KPK.
“Di dalam dakwaan jaksa kami tidak melihat dakwaan yang jelas dan cermat soal tindak pidana yang dilakukan Ibu Miryam. Soal ditekan anggota dewan dan status DPO, kami juga sudah minta perlindungan hukum ke Pansus KPK,” ujar Aga Khan di Gedung Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (13/7/2017).
Pengacara Miryam Haryani menambahkan, pihaknya ingin menjelaskan fakta yang terjadi pada saat penyitaan, penggeledahan, dan penetapan status DPO.
“Kami sudah lampirkan bukti-bukti yang nanti bisa dilihat di persidangan. Selama ini kami diam karena ingin tahu seperti apa dakwaan dalam persidangan,” tegasnya.
Seperti diketahui, KPK menetapkan Miryam Haryani sebagai tersangka pemberi keterangan palsu, pada tanggal 5 April 2017.
Penetapan status tersangka itu karena waktu bersaksi di Pengadilan Tipikor, Miryam membantah semua keterangan yang tercatat dalam berita acara pemeriksaan (BAP), dengan alasan mendapat tekanan dari Penyidik KPK.
Padahal, dia memberikan keterangan detail soal penerimaan uang dari pihak Kementerian Dalam Negeri dan pihak swasta, yang kemudian dibagikan ke sejumlah anggota DPR periode 2009-2014.
Miryam melalui pengacaranya sempat menggugat praperadilan KPK atas penetapan status tersangkanya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tapi, pada 24 Mei 2017, gugatan itu ditolak.
Miryam juga sempat masuk daftar pencarian orang Polri serta Interpol karena tidak diketahui keberadaannya saat hendak diperiksa oleh KPK. Atas perbuatannya, Miryam Haryani dijerat dengan Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 64 KUHP, dengan ancaman hukuman 3 sampai 12 tahun penjara.(rid/den)