Sabtu, 23 November 2024

Belajar dari Kegagalan Seven Eleven

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
Ilustrasi.

Abraham Ibnu Koordinator Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Wilayah Indonesia Timur mengatakan, tutupnya gerai waralaba Seven Eleven (sevel) di Indonesia karena kegagalan pihak perusahaan mengurus izin regulasi yang tepat. Namun, di sisi lain masih belum jelasnya regulasi waralaba asing yang masuk indonesia juga menjadi faktor yang patut dikaji.

“Gerai Sevel dihentikan operasionalnya. Sevel merupakan milik PT Modern Internasional, perusahaan Indonesia yang memegang franchise dari asing. Sevel sepertinya mengalami kegagalan pada saat mereka mengajukan izin ke Kementeraian Perdagangan yang tidak terproses. Sehingga hanya mengantongi izin dari dinas pariwisata daerah untuk cafe yang melekat di gerai,” ujarnya dalam progra inspirasi solusi di Radio Suara Surabaya, Sabtu (8/7/2017).

Abraham mengatakan, kemunculan sevel di tahun 2009-2010 sangat mengisnpirasi bisnis waralaba di Indonesia. Sevel adalah brand asing yang perusahaannya ada di Jepang dan di Dallas Amerika Serikat. Mereka masuk ke Indonesia sebagai model bisnis yang baru. Bukan hanya convenience store (toko) tapi juga ada cafe.

“Jika melihat pasar Indonesia, bisnis ini sangat prospek dengan membuat inovasi itu,” katanya.

Abraham mengatakan, pertumbuhan Sevel sebenarnya luar biasa karena market segmented untuk anak muda, dan produknya sangat brand mark. Selain banyak makanan siap saji juga ada wifi yang menjadi tren baru.

“Seven eleven dari tahun ke tahun bisa berkembang 100 outlet. Secara bisnis sangat progresif,” katanya.

Tapi, sebagai franchise bisnis yang dikelola secara modern lalu kolaps tiba-tiba, menurut Abraham ini pertama kali terjadi di Indonesia. Meskipun belum ada akibatnya untuk pembeli franchise lain, karena Sevel belum ada pembeli franchise lainnya, jadi hanya PT Modern.

“Biasanya, pemodal atau franchise bermasalah akan ditakeoffer. Bisa dengan mandiri franchise atau joint operation. Misalnya, franchise kesulitan akan ditarik oleh head office-nya, tapi Sevel berbeda. Dia terkena masuk dalam daftar negatif investasi, sesuai Perpres 36 tsahun 2010 perusahaan asing tidak boeh masuk dalam industri retail, khususnya minimarket. Waktu itu asing tidak boleh masuk,” kata Abraham.

Namun, karena Indonesia masuk ASEAN Free Trade Area (AFTA), maka bisa ada lagi memproteksi kehadiran asing. Shingga sekarang banyak retail asing yang juga bisa lancar-lancar saja masuk ke Indonesia.

“Tapi, pengecualian untuk Sevel. Kami juga terus mempertanyakan ke pemerintah ada apa sebenarnya,” katanya.

Padahal, kata Abraham, gaya bisnis Sevel sekarang banyak ditiru yaitu toko dengan cafe atau tempat nongkrong. Jadi, retail franchise yang selama ini sudah mendapat izin dari Kemeterian Perdagangan tinggal menambah izin cafe ke Dinas Pariwisata daerah setempat. (bid)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
29o
Kurs