Sri Mulyani Menteri Keuangan mengatakan, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan sekarang punya kewenangan mengakses data harta Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi nasabah perbankan di Hong Kong.
Setelah Hong Kong, Ditjen Pajak akan memperluas jaringaan untuk membidik Singapura dan Brunei.
Menurut Menkeu, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) telah melakukan kerjasama bilateral dengan negara-negara yang ingin bertukar informasi keuangan sehubungan dengan perpajakan yang disebut dengan Automatic Exchange of Information (AEOI).
Antara lain kerjasama dengan Hong Kong dan Swiss, dengan skema Bilateral Competent Authority Agreement (BCAA) dan ada sekitar 90 negara yang sepakat tukar informasi perpajakan dengan skema Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA).
Menteri Keuangan, menyebut dari 100 negara lebih yang ikut terlibat dalam kesepakatan, ada beberapa negara yang paling penting terkait dengan data harta Warga Negara Indonesia (WNI) yang selama ini terhindar pajak.
“Untuk Indonesia, negara yang penting, Singapura, Hong Kong, Makau, Swiss, UK, dan Amerika Serikat, karena AS banyak memiliki tempat-tempat yang sebagai pusat keuangan, bahwa dia bisa dijadikan tempat untuk melakukan penghindaran pajak, dan berdasarkan data kita dari tax amnesty, termasuk Australia,” kata Sri Mulyani, di Jakarta, Rabu (5/7/2017).
Negara-negara yang dianggap penting ini, kata Sri Mulyani, sudah ada yang terlibat kerjasama dengan skema MCAA, maka tidak perlu lagi melakukan BCAA.
“Namun kalau mereka dalam persetujuan ada klausul bahwa Indonesia tidak otomatis ikut, maka kita harus melakukan. Misalnya Singapura, dia ada MCAA, namun mereka sebut Indonesia tidak otomatis masuk, sehingga secara terpisah akan melakukan pendekatan dengan Singapura, ini yang disebut level playing field,” kata Menkeu.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengungkapkan, dalam implementasi keterbukaan akses informasi keuangan untuk perpajakan telah memiliki landasan hukum yang pertama adalah Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang keterbukaan akses informasi keuangan untuk perpajakan, dan aturan pelaksananya yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2017.
Perppu adalah suatu peraturan pemerintah pengganti undang-undang, sehingga dengan adanya Perppu, legislasi ini sudah berjalan. OECD akan melihat bahwa Indonesia sudah memiliki primary legislation and secondary legislation. “Kita akan terus komunikasi dengan dewan sehingga Perppu ini menjadi permanen, karena ini adalah kepentingan Indonesia,” tegas dia.
Sri Mulyani mengatakan jangan sampai Indonesia dirugikan dunia internasional hanya karena tidak memiliki aturan di levelq primer. Menkeu akan terus berkomunikasi sehingga dewan bisa setujui Perppu ini.
Namun kalau ditanyakan, sampai hari ini sudah otomatis berjalan,” katanya. (jos/dwi)