Teguh Pramono, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mengatakan inflasi awal ramadan yang terjadi di Jawa Timur terpantau sebesar 0,48 persen atau lebih tinggi dari inflasi nasional 0,39 persen. Inflasi juga terpantau di seluruh kota yang ada di Jawa Timur.
Dari catatan BPS, inflasi tertinggi pada awal ramadan terjadi di Kota Malang 0,82 persen, diikuti Sumenep 0,66 persen, Madiun 0,58 persen, Kediri 0,50 persen, Surabaya 0,39 persen, Jember 0,36 persen, Probolinggo 0,37 persen dan terendah di Banyuwangi sebesar 0,33 persen.
“Walaupun semua kota mengalami inflasi namun komoditas yang memicu terjadinya inflasi tidaklah sama untuk semua kota,” kata Teguh, Sabtu (3/6/2017).
Pada Mei 2017 dari tujuh kelompok pengeluaran, enam kelompok mengalami inflasi dan satu kelompok mengalami deflasi. Kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi tertinggi ialah kelompok bahan makanan yang mencapai 1,05 persen; kemudian transport, komunikasi, dan jasa keuangan 0,58 persen.
Perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 0,37 persen; makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,34 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga 0,26 persen; kelompok kesehatan 0,11 persen. Sedangkan kelompok yang mengalami deflasi ialah kelompok sandang 0,12 persen.
Kenaikan harga pada kelompok bahan makanan memiliki andil terbesar terjadinya inflasi di awal puasa 2017 yaitu mencapai 0,21 persen. Tiga komoditas utama yang mendorong terjadinya inflasi ialah bawang putih, telur ayam ras, dan tarif listrik. Terbatasnya stok bawang putih di pasar, serta meningkatnya permintaan membuat harga bawang putih terus naik dan menjadi pendorong utama terjadinya inflasi. (fik)