Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur desak pemerintah melakukan penelitian menyeluruh guna menerbitkan peta zonasi bahaya gas beracun di sekitar lokasi semburan lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo.
“Saat ini diperlukan sebuah peta lain yang bukan sekadar untuk menghitung ganti rugi tanah dan bangunan,” kata Rere Christanto Direktur Ekekutif Walhi Jawa Timur, ketika memberikan keterangan pers peringatan 11 tahun Lapindo di kantornya, Senin (29/5/2017).
Selama ini, kata Rere, pemerintah dan lapindo hanya fokus menghitung ganti rugi tanah dan bangunan. Padahal jauh melebihi itu, ada dampak lain semisal dampak lingkungan, kesehatan, sosial, dan ekonomi yang harus diselesaikan.
Hasil kajian yang dilakukan Walhi menunjukkan tanah dan air di area sekitar lumpur panas mengandung PAH (Palycyclic Aromatic Hydrocabon) hingga 2000 kali di atas ambang batas nomal. Padahal merujuk program Lingkungan PBB menyatakan bahwa PAH adalah senyawa organik yang berbahaya dan bersifat karsiogenik yang memicu kanker.
Tak hanya itu, kandungan level timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada air Sungai Porong mencapai 10 kali di atas ambang batas yang diperbolehkan. Dicontohkan pada tahun 2016 di dalam tubuh udang ditemukan kandungan timbal (Pb) 40-60 kali diatas ambang batas yang diperbolehkan dan kandungan kadmium (Cd) 2-3 kali di atas ambang batas yang diperbolehkan.
Kontaminasi logam berat juga terkonfirmasi ada dalam sumur warga di sekitar semburan lumpur. Di Gempolsari dan Glagaharum setidaknya ditemukan kandungan timbal (Pb) 2-3 kali diatas ambang batas yang diperbolehkan serta kandungan kadmium (Cd) hingga 2 kali diatas ambang batas yang diperbolehkan.
Hasil pemantauan udaya yang dilakukan juga menunjukkan adanya gas Hidrogren Sulfida (H2S) dan Klorin (Cl2) pada udara di seputar lumpur lapindo. “Pemerintah harus melakuan risert berkala untuk mengetahui ancamannya seluas apa. Seberapa luas zona ancamannya,” kata dia. (fik/rst)