Sabtu, 23 November 2024

Pemimpin G7 Terbelah Mengenai Perubahan Iklim

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Dari kiri ke kanan: Wakil Presiden Nigeria Yemi Osinbajo, Presiden Kenya Uhuru Kenyatta, Presiden Guinea Alpha Conde, Presiden AS Donald Trump, Perdana Menteri Italia Paolo Gentiloni, Presiden Prancis Emmanuel Macron, Presiden Nigeria Mahamadou Issoufou dan Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi berpose untuk foto keluarga dengan peserta lain Konferensi Tingkat Tinggi G7 di Taormina, Sisilia, Italia, 27 Mei 2017. Foto: Reuters

Di bawah tekanan Kelompok Tujuh (Group of Seven/G7), Donald Trump Presiden Amerika Serikat mendukung janji melawan proteksionisme, pada Sabtu (27/5/2017), tapi menolak menyokong kesepakatan iklim global. Dia mengatakan, dirinya akan butuh lebih banyak waktu untuk memutuskan.

Pertemuan negara-negara kaya G7 menghadapkan Trump dengan Jerman, Prancis, Inggris, Italia, Kanada dan Jepang mengenai beberapa isu. Para diplomat Eropa frustasi karena harus kembali menghadapi pertanyaan yang mereka harap sudah selesai.

Namun para diplomat menekankan, ada kesepakatan luas mengenai berbagai masalah kebijakan luar negeri, termasuk perbaruan ancaman untuk menjatuhkan sanksi ekonomi lebih lanjut pada Rusia, jika campur tangan negara itu di negara tetangganya, Ukraina, menuntutnya.

“Kami puas dengan bagaimana semua berjalan,” kata Paolo Gentiloni Perdana Menteri Italia, namun mengakui adanya perpecahan dengan Washington dalam beberapa hal. “Kami tidak menyembunyikan keterbelahan ini. Itu sangat jelas muncul dalam pembicaraan kami.”

Sementara Trump menyebut pertemuan itu sebagai “pertemuan yang sangat produktif.” Dia mengatakan, dirinya telah memperkuat ikatan dengan mitra-mitra lama Amerika Serikat (AS).

Presiden yang pernah menyebut pemanasan global sebagai berita bohong itu mendapat tekanan dari para pemimpin lainnya untuk menghormati Kesepakatan Paris 2015 tentang pengendalian emisi karbon.

Meski Trump mencuit akan membuat keputusan pekan depan, namun keengganannya terlibat dalam kesepakatan global pertama yang secara hukum mengikat dan ditandatangani 195 negara, mengganggu Angela Merkel Kanselir Jerman.

“Keseluruhan diskusi mengenai iklim sangat sulit, kalau bukan sangat tidak memuaskan,” kata Merkel kepada para pewarta, seperti dilansir Antara, Minggu (28/5/2017).

“Tidak ada indikasi apakah Amerika Serikat akan tetap ikut dalam Kesepakatan Paris atau tidak,” katanya sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters.

Sementara, Emmanuel Macron Presiden Prancis tetap berprasangka positif. Dia mengatakan, dirinya yakin Trump yang dia puji sebagai “pragmatis,” akan mendukung kesepakatan itu setelah mendengarkan pandangan dari timpalannya di G7.

“Hanya beberapa pekan lalu, orang berpikir Amerika Serikat akan menarik diri dan bahwa perundingan tidak memungkinkan,” kata Macron. Seperti Trump, Macron menandai kehadiran pertamanya di G7.

Merkel yang sudah 12 kali menghadiri pertemuan semacam itu meyakini, dia telah mengatasi skeptisisme perubahan iklim dalam pertemuan tahun 2007. Saat itu dia meyakinkan George W Bush sebagai presiden Amerika Serikat kala itu agar mengupayakan pemangkasan substansial emisi gas rumah kacanya.(ant/den/dwi)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs