Fahmi Darmawansyah Direktur PT Melati Technofo Indonesia, Rabu (24/5/2017) akan mendengarkan vonis Majelis Hakim Tipikor, atas kasus dugaan suap kepada penyelenggara negara.
Pengusaha muda yang juga suami dari Inneke Koesherawati itu harus berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena diduga menyuap sejumlah pejabat di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
Uang suap itu diberikan sebagai pelicin untuk memenangkan perusahaannya dalam lelang pengadaan satelit monitor yang total nilai proyeknya sekitar Rp220 miliar.
Anggaran proyek itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun 2016.
Pada sidang pembacaan tuntutan, Rabu (10/5/2017) lalu, Jaksa KPK menuntut supaya hakim memvonis Fahmi 4 tahun penjara serta denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Karena menilai Fahmi sebagai otak penyuapan dan tidak mendukung pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, jaksa penuntut berharap hakim menjatuhkan vonis maksimal.
Dalam surat tuntutan, suami Inneke Koesherawati itu terbukti memberikan suap pada kepada 4 orang pejabat di Bakamla.
Mereka masing-masing adalah Eko Susilo Hadi Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla sebanyak 10 ribu Dollar Singapura, ditambah 88.500 Dollar AS, plus 10 ribu Euro, dan Bambang Udoyo Direktur Data dan Informasi Bakamla senilai 105 ribu Dollar Singapura.
Kemudian, Nofel Hasan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla juga disebut menerima 104.500 Dollar Singapura, dan Tri Nanda Wicaksono Kepala Subbagian Tata Usaha Sekretaris Utama Bakamla Rp120 juta.
Sebelumnya Fahmi juga pernah mengajukan diri sebagai justice collaborator. Tapi, permohonan itu ditolak karena Fahmi dinilai sebagai otak suap, dan tidak mengakui perbuatannya.
Seperti diketahui, KPK menangkap Hardy Stefanus, Muhammad Adami Okta, dan Eko Susilo Hadi, tanggal 14 Desember 2016, terkait kasus suap proyek di Bakamla.
Sesudah memeriksa 1×24 jam, KPK menetapkan ketiga orang itu dan Fahmi Darmawansyah sebagai tersangka.
Dalam pengembangannya, KPK menetapkan dua orang tersangka lagi, yaitu Nofel Hasan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, dan Bambang Udoyo Direktur Data dan Informasi Bakamla.
Sedangkan Muhammad Adami Okta dan Hardy Stevanus sudah menerima vonis Pengadilan Tipikor penjara 1,5 tahun dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. (rid/dwi)