Sabtu, 23 November 2024

Ini Pengakuan Saksi JPU dalam Kasus Pungli Mantan Dirut Pelindo III

Laporan oleh Bruriy Susanto
Bagikan
Penggeledahan di kantor Direktur Operasi dan Pengembangan Bisnis PT Pelindo III, Surabaya, Selasa (1/11/2016). Foto: Humas Polres Pelabuhan Tanjung Perak

Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menghadirkan saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan pungutan liar yang dilakukan terdakwa Djarwo Surdjanto mantan Direktur Pelindo III bersama istrinya, Maike Yolanda Fianciska alias Noni.

Erika Asih Palupi, Kepala Bagian Hukum PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS) yang menjadi saksi JPU, mengaku mengetahui proposal yang diajukan PT Akara Multi Karya (AMK) kepada PT TPS. Permohonan itu terkait kerjasama terkait Dipo Instalasi Karantina yang rencananya didirikan di kawasan lahan PT TPS.

“Waktu itu yang menjabat sebagai Dirut PT TPS adalah pak Rahmad Satria dan wakil dirutnya Sanjay Meta. Sedangkan Pak Djarwo menjabat sebagai Dirut Pelindo III, tidak mengetahui dan berperan soal persetujuan kerjasama,” ujar Erika, di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (8/5/2017).

Setelah para pihak menyetujui surat permohonan kerja sama itu, PT TPS langsung melakukan sosialisasi kepada seluruh otoritas pelabuhan.

Saat itu Kepala Otoritas Pelabuhan adalah Sahat SH, MH. Sementara nama Djarwo dan Noni tidak tercantum dalam persetujuan, karena persetujuan kerjasama itu kewenangan Dirut dan Wakil Dirut PT TPS.

Erika juga menegaskan tidak ada importir yang merasa keberatan terhadap tarif pelaksanaan karantina yang ditentukan dalam nota kerjasama antara PT TPS dan PT Akara.

“Pengguna jasa pada blok W, sudah membayar sesuai tarif dalam perjanjian, yang langsung dibayarkan ke PT TPS, bukan PT Akara, walaupun dalam perjanjian PT Akara juga ada hak soal keuntungan kerjasama. Soal penentuan tarif yang diatur dalam Permenhub itu adalah ketentuan tarif jasa pelabuhan,” ujarnya.

Sedangkan Aji Roesbandono saksi lainnya menegaskan bahwa dirinya tidak pernah melakukan penagihan uang di luar ketentuan kewajiban PT Akara kepada PT TPS. “Setiap tagihan disetorkan kerekening PT TPS dan tidak pernah diserahkan ke rekening lainnya. Saya tidak pernah menagih uang diluar ketentuan perjanjian,” ujarnya.

Perlu diketahui, praktik pungutan liar itu terungkap ketika tim Sapu Bersih Pungutan Liar Mabes Polri melakukan operasi tangkap tangan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pada November 2016.

Penangkapan pertama dilakukan terhadap Direktur PT Akara, Augusto Hutapea (berkas terpisah), yang diduga tengah melakukan pungli kepada importir di Pelabuhan Tanjung Perak.

Dari situ empat terdakwa lain ditangkap, yakni Djarwo Dirut Pelindo, Noni istri Djarwo, Rahmat Satria Direktur Keuangan Pelindo, dan Firdiat Firman Direktur PT PEL. Saat penangkapan, petugas menyita barang bukti diduga hasil pungli sebesar Rp 1,5 miliar. Terdakwa Djarwo diduga menerima komisi 25 persennya. (bry/iss/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs