Rektor Universitas Airlangga secara resmi melepas tiga atlet Airlangga Indonesia Denali Expedition (AIDeX) untuk mendaki puncak tertinggi di Amerika Utara, Gunung Mc. Kinley atau Denali. Acara pelepasan dilangsungkan di Hall Kantor Manajemen UNAIR Kampus C, Senin (8/5/2017) siang.
Ketiga atlet Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (WANALA) yang akan berangkat ke Denali adalah Muhammad Faishal Tamimi (Fakultas Vokasi), Mochammad Roby Yahya (Fakultas Perikanan dan Kelautan/2011), dan Yasak (alumnus).
“Pendakian puncak-puncak tertinggi di Dunia adalah bagian dari upaya untuk memperkenalkan UNAIR kepada masyarakat luar negeri. Kita akan lebih dikenal dengan bendera Unair yang berkibar di puncak gunung-gunung tertinggi,” kata Prof. Mochammad Nasih, Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (8/5/2017).
Hal terpenting lainnya yang patut diperhatikan dalam upaya pendakian Denali adalah keselamatan para atlet. Nasih menghendaki agar ketiga atlet mempertimbangkan aspek-aspek pendakian seperti faktor fisik dan keadaan alam.
“Saudara harus kembali ke Tanah Air dengan selamat karena bapak, ibu, dan saudara menunggu kalian di rumah. Sampai di Puncak Denali adalah keinginan kita, tetapi kembali ke Surabaya dan almamater dalam keadaan selamat adalah cita-cita bersama,” kata Nasih
Pendakian ke puncak Denali oleh tim UKM Wanala UNAIR merupakan bagian dari ekspedisi kelima seven summit. Ekspedisi seven summit merupakan serangkaian pendakian ke tujuh puncak gunung tertinggi yang ada di lima benua.
Faishal yang juga ketua ekspedisi menyebutkan, bahwa tim AIDeX akan mendaki di Denali selama 18 sampai 22 hari. Mereka dijadwalkan bertolak dari Surabaya ke Jakarta pada 10 Mei, kemudian berangkat ke Amerika Serikat pada 16 Mei. Sedangkan, pendakian di Denali akan dimulai pada 21 Mei sampai 9 Juni.
Selama pendakian, mereka berencana tetap menjalankan ibadah puasa. “Rencananya sih pas aklimatisasi atau rest day. Pada saat rest day kan aktivitasnya hanya berdiam diri atau berjalan-jalan di sekitar tenda. Itu memungkinkan untuk puasa meskipun tidak full,” ungkap Faishal.
Selama lebih dari satu tahun mengadakan latihan persiapan, para atlet dilatih untuk terbiasa menggunakan peralatan-peralatan yang digunakan di gunung es seperti crampon (sepatu berpaku untuk mendaki gunung es), hingga sepatu bertapak lebar.
Para atlet juga secara rutin mengadakan latihan di area pegunungan seperti Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru, dan Gunung Argopuro. Dalam latihan tersebut, mereka berlatih untuk menyeret beban seberat 20 kilogram, serta teknik penyelamatan diri.
“Idealnya mendaki di sana empat sampai lima orang. Semua pendaki terhubung dengan satu tali, kalau ada satu yang terjatuh maka masih ada empat orang yang menahan. Makanya latihan kemarin di Bromo kita lebih fokus dengan teknik rescue,” kata mahasiswa D-3 Otomasi Sistem Instrumentasi ini. (fik/ipg)