Dahlan Iskan mantan menteri BUMN kembali menjalani proses hukum dalam kasus dugaan korupsi mobil listrik.
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung menganggap berkas perkara dugaan korupsi mobil listrik telah lengkap (P21) dan rencananya berkas itu akan diserahkan ke Kejaksaan Negeri Surabaya, Jumat (28/4/2017) hari ini.
Didik Farkhan Alisyadi Kepala Kejari Surabaya membenarkan memang ada rencana pelimpahan berkas kasus mobil listrik itu hari ini.
Menanggapi hal ini, Dahlan Iskan tetap pada pendiriannya bahwa tuduhan itu dipaksakan. Sebab, menurut Dahlan, program mobil listrik merupakan program riset yang didanai oleh perusahaan BUMN sebagai sponsorship bukan didanai oleh uang APBN.
“Jadi, jika ada masalah di kemudian hari, seharusnya tidak ada unsur merugikan negara. Tapi cukup diselesaikan antara sponsor dan yang disponsori,” ujar Dahlah Iskan kepada suarasurabaya.net, Jumat (28/4/2017).
Menurut Dahlan, Kejaksaan Agung memaksakan mengenakan Keputusan Presiden (Kepres) terkait pengadaan barang dan jasa untuk menjeratnya dalam kasus ini. menurut Dahlan, kejaksaan memaksa di dalam mobil listrik ada kerugian negara.
“Kejaksaan terus memaksakan kalau mobil listrik melanggar Kepres pengadaan barang dan jasa, padahal Kepres itu hanya dipetuntukkan proyek yang dananya dari APBN. Sementara, mobil listrik sama sekali tidak memakai uang APBN,” kata Dahlan.
Dahlan menjelaskan, menampilkan prototype mobil listrik dalam Konferensi Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC) di Bali, Oktober 2013, merupakan keputusan rapat kabinet waktu itu, sekaligus sebagai langkah awal pengembangan mobil listrik secara nasional. Sehingga, unsur risetnya sangat besar.
Sekadar diketahui, Kejaksaan Agung menetapkan Dahlan sebagai tersangka dalam kasus mobil listrik. Kasus mobil listrik diawali dengan perintah Kementerian BUMN kepada tiga BUMN pada April 2013 untuk menjadi sponsor 16 mobil listrik guna mendukung kegiatan APEC.
PT BRI, PT PGN, dan PT Pertamina, sebagai sponsor, mengucurkan sekitar Rp 32 miliar untuk mobil listrik itu kepada PT Sarimas Ahmadi Pratama. Belakangan, mobil listrik tidak dapat digunakan sesuai perjanjiannya, dan sekarang diproses hukum oleh Kejaksaan Agung. (bid/dwi)