Alat Perlindungan Diri (APD) bagian dari sarana penting untuk jurnalis yang meliput di daerah konflik dan kawasan bencana. Alat itu untuk meminimalisir risiko kecelakaan atau menjadi korban saat melakukan peliputan.
Johan anggota Basarnas Kota Surabaya mengatakan, alat perlindungan diri bagi jurnalis sangat penting untuk menjaga keselamatan diri dan aset jurnalistik (data).
“APD mulai dari helm di kepala, baju, rompi, celana hingga sepatu dan tas. Alat ini bisa digunakan di kondisi kebencanaan tertentu,” ujarnya saat memberikan materi Safety Journalist Training AJI Surabaya, Kamis (20/4/2017).
Setelah APD dilengkapi, tahapan selanjutnya bagi jurnalis yang ingin meliput kebencanaan adalah menyiapkan fisik dan mental. Persiapan fisik ini untuk mengikuti ritme kondisi di lapangan baik itu bencana gunung meletus atau di perairan.
“Kondisi fisik dan mental perlu dipersiapkan,” katanya.
Selain kondisi fisik, para jurnalis harus benar-benar mengenal liding sektor yang memimpin tanggap darurat bencana di lokasi. Salah satunya, dengan berkoordinasi dengan pemimpin operasi SAR di lapangan. Tujuannya untuk perlindungan dan akses ke lokasi kebencanaan.
“Paling tidak kami harus mengenal siapa jurnalis yang meliput, karena kita yang berada di lokasi bencana itu juga berpotensi menjadi korban. Kalau identitasnya jelas dan kita saling kenal bisa mudah memberikan bantuan saat kondisi darurat,” katanya.
Johan juga menjelaskan langkah yang harus dihadapi saat kondisi gempa, sementara kita berada di ruangan. Menurutnya, labuh baik langsung menepi ke tembok. Saat kondisi listrik padam, sebaiknya posisi tangan jangan dalam kondisi tengkurap saat menempel tembok.
“Tangan tidak boleh tengkurap tapi harus posisi terbalik. Ini untuk menghindari reflek, karena reflek seseorang jika kaget dalam kondisi gelap pasti berpegangan atau meremas. Ditakhawatirkan kalau megang barang berbahaya seperti colokan listrik atau lainnya saat reflek,” katanya. (bid/dwi/ipg)