Sabtu, 23 November 2024

Warga Surabaya Tidak Perlu ke Bali untuk Melihat Ogoh-Ogoh

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Tidak hanya warga Surabaya yang melihat dan mengabadikan pawai ogoh-ogoh di Pura Segara Kenjeran tapi juga wisatawan manca negara. Foto: Denza suarasurabaya.net

Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya, dalam sambutannya sebelum memberangkatkan ogoh-ogoh dari Pura Segara Kenjeran menegaskan, warga Surabaya tidak perlu ke Bali untuk melihat ogoh-ogoh.

“Saya bangga melihat bagaimana semangat umat Hindu di Surabaya untuk menggelar pawai ogoh-ogoh ini. Warga Surabaya tidak perlu ke Bali untuk melihat ogoh-ogoh, cukup di Surabaya,” ujarnya, Senin (27/3/2017).

Pada hari terakhir menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939 kali ini, ada 11 ogoh-ogoh buatan para pemuda Hindu Surabaya yang dipawaikan dalam upacara pengerupukan.

Meski menyayangkan jumlah Ogoh-Ogoh kali ini lebih sedikit dibandingkan dengan kabupaten lain, misalnya Blitar yang mempawaikan lebih dari 100 ogoh-ogoh, Risma mengaku tetap bangga kepada para pemuda Hindu.

“Saya bangga kepada para pemuda yang sudah mau bersusah payah membuat ogoh-ogoh ini. Saya berharap, tahun depan lebih semarak lagi. Lebih banyak lagi ogoh-ogohnya,” katanya.

Bentuk 11 ogoh-ogoh ini beragam. Seluruhnya berbentuk seram, namun bernilai seni. Umat Hindu mempercayai, ogoh-ogoh adalah refleksi dari Bhuta Kala atau kekuatan alam semesta dan waktu yang tak terbantahkan.

Sedangkan bentuk ogoh-ogoh yang relatif seram (berupa raksasa), menurut Wayan Suraba Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Surabaya, mencerminkan ego dan nafsu di dalam diri manusia.

“Pada hari menjelang Nyepi ini, umat manusia diharapkan kembali dari hati yang selama ini buruk, kembali ke hati yang baik. Sehingga manusia siap melakukan tapa brata tawur kesanga, besok pada hari raya Nyepi,” ujarnya.

Kesebelas ogoh-ogoh itu, setelah diarak keliling dari Pura Segara Kenjeran, melewati Jembatan Suroboyo, lantas dibawa kembali ke Pura Segara untuk dibakar.

Pembakaran ogoh-ogoh ini melambangkan bagaimana ego dan nafsu manusia sirna menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1939 ini.

Risma, dalam sambutannya juga menyampaikan, pawai ogoh-ogoh di Surabaya yang juga didukung masyarakat beragama lain, menunjukkan indahnya perbedaan.

“Indahnya perbedaan ini bisa kita rasakan bersama-sama, kalau mau memaknai perbedaan ini secara bijak, demi kerukunan atas kebhinnekaan di Indonesia,” kata Risma.

Tampak dalam pawai ogoh-ogoh itu, tidak hanya umat Hindu dan warga Surabaya yang berminat untuk menyaksikan, tapi juga beberapa di antaranya warga negara asing yang ada di Surabaya. Mereka turut mengabadikan momen itu.(den/ipg)

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs