Teguh Juwarno dan Taufiq Effendi mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI membantah pernah menerima sejumlah uang dari proyek KTP Elektronik.
Bantahan itu disampaikan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (23/3/2017).
Dalam surat dakwaan atas Irman dan Sugiharto, Teguh Juwarno anggota Fraksi PAN disebut menerima 167 ribu dollar AS, dan Taufiq Effendi dari Fraksi Demokrat kebagian 103 ribu dollar AS.
Menurut Teguh, ada yang tidak sinkron dalam dakwaan yang disusun Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), khususnya soal ruang kerja Mustokoweni Murdi anggota Komisi II yang disebut sebagai lokasi bagi-bagi uang.
“Kalau mengikuti alur surat dakwaan, disebut sekitar September atau Oktober 2010, Andi Narogong membagikan uang ke sejumlah anggota Komisi II termasuk saya dan Pak Taufiq. Tapi, faktanya Ibu Mustokoweni meninggal 18 Juni 2010. Jadi, tidak masuk akal terjadi pembagian uang di ruangan itu, apalagi Ibu Mustokoweni juga disebut menerima,” ujarnya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (23/3/2017).
Senada dengan Teguh, Taufiq Effendi menyatakan tidak pernah berhubungan langsung dengan dua terdakwa, di luar rapat resmi Komisi II DPR. Dia juga bilang tidak mengenal Andi Narogong pengusaha rekanan Kementerian Dalam Negeri.
Dalam sidang ketiga ini, jaksa penuntut dari KPK rencananya menghadirkan 7 orang saksi. Tiga di antaranya adalah anggota DPR periode 2009-2014.
Selain Teguh Juwarno dan Taufiq Effendi, juga ada Miryam Haryani dari Fraksi Hanura. Tapi, Miryam belum dimintai keterangannya karena terlambat datang.
Saksi lainnya berasal dari lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Yaitu Wisnu Wibowo Kepala Bagian Perencanaan, Rasyid Saleh Dirjen Administrasi Kependudukan tahun 2005-2009, dan Suparmanto Kasubag Penyusunan Program Bagian Perencanaan Sesditjen Dukcapil.
Dian Hasanah PNS Dukcapil tidak bisa hadir karena sakit. Jadi, hari ini hanya lima orang yang akan memberikan kesaksiannya.
Irene Putri Jaksa KPK mengatakan, pihaknya masih akan menggali keterangan soal proses penganggaran, dari saksi yang hadir hari ini.
Seperti diketahui, proyek KTP Elektronik disepakati dengan kontrak tahun jamak dari 2011 sampai 2013, dengan anggaran Rp5,9 triliun.
Tapi dalam perjalanannya, disinyalir ada penyimpangan dalam pelaksanaan proyek itu, dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp2,3 triliun.
Sejumlah pihak diduga terlibat kasus itu. Dalam surat dakwaan Irman dan Sugiharto, disebut ada keterlibatan anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Sesudah sekitar tiga tahun menangani kasus ini, KPK wajib membuktikan dakwaan, di dalam persidangan. (rid/dwi/ipg)