Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyebut ada 14 orang dari DPR dan Swasta telah mengembalikan uang dalam perkara e-KTP. Tetapi KPK tidak mau menyebut siapa saja ke 14 orang tersebut.
Yenti Ganarsih pakar hukum pidana dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) menegaskan kalau ke 14 orang tersebut sudah layak dijadikan tersangka. Dengan mengembalikan uang tersebut berarti yang bersangkutan telah mengakui menerima uang.
Menurut Yenti, meskipun telah mengembalikan uang, tetapi langkah tersebut tidak bisa menghilangkan tindak pidana yang dilakukan.
“Karena yang menerima itu berarti dia mengakui dan mengembalikan. Pengembalian tidak serta merta menjadikan yang bersangkutan tidak bisa dipidana, tidak bisa diproses ya. Apalagi mengembalikan berarti mengakui. Jadi, kalau dia pernah menerima, dan itu uang korupsi, yang harusnya untuk e-KTP tapi masuk ke dia berarti pelaku korupsi,” ujar Yenti dalam diskusi membahas perkara e-KTP di gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
Kata dia, KPK tidak perlu menutupi siapa ke 14 orang yang telah mengembalikan uang itu, tapi justru segera dijadikan tersangka.
“Dengan berani menyebut 14 orang sudah mengembalikan, kita harus berani menuntut KPK harus menyebutkan, bahkan tidak hanya menyebutkan, tetapi harus segera mempersangkakan mereka,” kata dia.
Kalau disebutkan ada yang menerima, kemudian ada yang sudah mengembalikan, menurut Yenti, dari kronologis dan struktur konstruksi dakwaan berkaitan dengan korupsi, berarti itu lebih mudah dibuktikan dari pada dua orang yang saat ini sudah menjadi terdakwa yaitu masing-masing Irman dan Sugiharto.
“Yang 14 orang ini sudah jelas bukti-buktinya, lebih mudah membuktikannya dari pada dua orang yang sudah menjadi terdakwa itu,” kata Yenti.
Soal uang yang diterima setelah tujuh tahun baru diungkap, dan kemungkinan uang itu telah dipakai, maka kata Yenti, bisa diusut melalui TPPU.
“Kemudian selama 7 tahun ini uangnya untuk apa, nah ini bisa masuk TPPU,” ujar Yenti.(faz/dwi)