Sabtu, 1 Februari 2025

Senin, 150 Angkot di Surabaya Konvoi ke Kantor Gubernur

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ribuan sopir angkutan kota (angkot) se Surabaya aksi demo di depan gedung DPRD Surabaya Jl. Yos Sudarso, Kamis (19/11/2015). Foto: Dok. suarasurabaya.net

Subekti, Ketua DPC Surabaya Federasi Serikat Pekerja Transport Indonesia (F-SPTI) mangatakan, sebanyak 150 angkutan kota (angkot/lyn) di Surabaya akan mengikuti konvoi damai dari Kantor SPTI ke Kantor Gubernur Jawa Timur (Gubernuran) Jalan Pahlawan, Senin (20/3/2017).

“Ini bukan unjuk rasa, kami hanya konvoi damai. Kami tidak mau ada keributan seperti di daerah lain. Jadi kami ingin sampaikan, SPTI Surabaya ini berbeda dari daerah lain. Tapi memang harus tetap mengena,” katanya kepada suarasurabaya.net, Kamis (16/3/2017).

Jumlah 150 angkot yang turut konvoi ini, kata Subekti, merupakan hasil kesepakatan dalam rapat koordinasi antara SPTI Surabaya, Organda Surabaya, dan Komunitas Angkutan Kota Surabaya (KAKS). Masing-masing trayek di Surabaya, kata Subekti, dia minta turut menurunkan lima armadanya untuk konvoi.

Adapun rute konvoi ini, sebagaimana dijelaskan oleh Subekti, titik kumpul dari Kantor SPTI di Jalan Tambaksari konvoi mengarah ke Jalan Kusuma Bangsa, ke Jalan Raya Gubeng, Jalan Sumatera, melalui Ngagel menuju ke Wonokromo lalu berputar arah di bawah Jembatan Mayangkara menuju Jalan Raya Wonokromo, Jalan Raya Darmo, ke Tunjungan Plaza (TP).

“Dari TP belok kiri ke Jalan Embong Malang, terus ke Indrapura, lalu sampai di depan Rumah Sakit PHC Perak berputar balik, kembali ke Jalan Pahlawan ke Gubernuran. Nah, di Gubernuran kami minta kesanggupan Pemerintah Provinsi menata angkutan aplikasi yang tidak karu-karuan. Begitu banyak, tanpa izin,” katanya.

F-SPTI menuntut agar angkutan berbasis aplikasi atau online menyesuaikan tarif sesuai batas tarif atas dan tarif bawah yang termuat dalam revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016. Menurutnya, karena masih dalam penataan angkutan kota, persaingan dengan angkutan online di Surabaya ini tidak terlalu besar.

“Tapi yang kami tekankan adalah jumlah angkutan aplikasi ini. Taksi dan Angkot dibatasi jumlahnya, kenapa yang online atau aplikasi enggak? Nah, kenapa di Gubernuran, karena perizinan taksi aplikasi ini di DLLAJ dan Kementerian Perhubungan,” katanya.

Subekti mengatakan, kondisi yang terjadi Surabaya, misalnya bila terjadi antara taksi konvensional dengan taksi berbasis aplikasi tumplek blek, jumlahnya akan lebih banyak kendaraan taksi berbasis aplikasi. Bila demikian, Subekti mengeluhkan, para pekerja taksi konvensional akan terancam kesulitan mencari makan.

“Paling tidak, jumlah angkutan online ini kami harus tahu. Harus transparan. Jadi tidak menambah keruwetan di Surabaya. Sebab, sekarang ini semua angkutan konvensional sudah mulai terimbas. Sekarang sudah terasa, taksi yang dulu jumlahnya 4 ribu unit, sekarang tinggal 2 ribu. Sudah mulai dijuali kendaraannya,” katanya.

Dia menduga, ada semacam agenda setting, bila semakin lama angkutan taksi online semakin habis, kemudian hilang, maka pengusaha aplikasi angkutan orang ini akan dengan leluasa mengatur harga.

“Sekarang saja, saya sering menemui, di lapangan sudah ada tawar menawar antara pengemudi angkutan aplikasi dengan pengguna jasa tanpa menggunakan aplikasi. Banyak,” klaimnya.(den)

Berita Terkait

Potret NetterSelengkapnya

Awan Lentikulari di Penanggungan Mojokerto

Evakuasi Babi yang Berada di Tol Waru

Pohon Tumbang di Jalan Khairil Anwar

Mobil Tabrak Dumptruk di Tol Kejapanan-Sidoarjo pada Senin Pagi

Surabaya
Sabtu, 1 Februari 2025
26o
Kurs