Amien Widodo Pakar Geologi dari Institut Teknologi 10 November Surabaya (ITS) memastikan luapan Lumpur Lapindo hingga saat ini belum bisa diketahui kapan akan berhenti. Melihat fenomena di beberapa negara, luapan seperti ini memerlukan waktu puluhan tahun dan bahkan ada yang sudah ratusan tahun belum juga berhenti.
“Hasil kajian yang saya lakukan pada 2016 yang lalu, pada radius 4 km ada subsident (amblesan) tanah rata-rata 20 cm. Mungkin kalau diukur lebih jauh lagi juga ada amblesan tanah, tapi 2016 kami saat itu fokus di Tanggulangin dengan jarak 4 km dari pusat semburan,” kata Amin Widodo ketika berbincang dengan suarasurabaya.net, Selasa (14/3/2017).
Amien mengatakan, ketidakpastian kapan semburan akan berhenti juga terjadi karena belum adanya penelitian menyeluruh di bawah permukaan di pusat semburan Lumpur Lapindo.
“Misalnya sampai saat ini kita tidak tahu bentuk lubang di bawah itu seperti apa, apakah besar, atau kecil tapi menyebar. Ini yang perlu dilakukan penelitian lebih jauh,” ujarnya.
Begitu juga, sumber dari material yang keluar juga belum bisa diketahui berasal dari kedalaman atau kemiringan berapa. Misalnya, jika sumber yang keluar berasal dari arah utara, maka kawasan di utara pusat semburan harus diwaspadai. “Namun hingga saat ini belum diketahui pasti arah dari pusat semburan,” kata Amin.
Amien yang juga Koordinator Pusat Studi Kebumian Bencana dan Perubahan Iklim ITS mengakui, selama ini penelitian tentang dampak geologi yang menyeluruh dengan cara melakukan pengukuran di bawah permukaan memang belum dilakukan secara mendalam.
Padahal jika penelitian menyeluruh dilakukan, tidak hanya potensi kerawanan amblesan, yang bisa diketahui, namun juga bisa diketahui material yang bisa digunakan. “Misalnya apakah ada minyaknya. Soalnya dulu sempat keluar minyak, tapi cuma sebentar setelah itu tidak keluar lagi. Minyak itu bisa dikethaui dari kedalaman lebih dari 3000 meter, tapi kemarin itu waktu Lapindo ngebor kan cuma sekitar 1500 meter,” ujar Amien.
Terkait minyak ini pula, Exxon mobile beberapa waktu lalu juga sempat ingin mengkaji di kawasan Jombang karena bagian tengah Jawa Timur dari Sidoarjo ke barat diyakini juga ada minyak. Sayangnya, penelitian dari Exxon saat itu mendapat tentangan dari warga.
Padahal, selain mendapatkan data kandungan migas, penelitian bawah permukaan sebenarnya juga bisa mendapatkan peta pasti kerawanan bencana geologi. (fik/rst)