Tri Rismaharini Wali Kota Surabaya memenuhi panggilan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim, Kamis (20/6/2019). Kedatangannya ini untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi pelapor, terkait kasus dugaan korupsi yang menyeret Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dan PT Yekape Surabaya.
Pantauan suarasurabaya.net di lokasi, Risma tiba di Kantor Kejati Jatim sekitar pukul 13.00 WIB. Saat dikonfirmasi awak media, Risma enggan berkomentar soal kedatangannya ini dan bergegas masuk ke ruang pemeriksaan.
“Sek yo rek, sek yo rek. (Sebentar ya rek, sebentar ya rek),” kata Risma sambil berjalan memasuki lift Kantor Kejati Jatim.
Sebelum Risma, dua pejabat Pemkot Surabaya juga tampak datang di Kantor Kejati Jatim. Mereka adalah Yayuk Eko Agustin Asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah Kota Surabaya dan Ira Tursilawati Kepala Bagian Hukum Pemkot Surabaya.
Sama halnya dengan Risma, keduanya enggan berkomentar soal kedatangannya. Mereka langsung bergegas memasuki ruang pemeriksaan, tanpa menjawab pertanyaan dari awak media.
Sementara itu, Richard Marpaung Kasipenkum Kejati Jatim mengatakan, dalam hal ini pihaknya membutuhkan keterangan Risma sebagai pihak pelapor. Ini untuk melengkapi data maupun berkas-berkas pemeriksaan dari para saksi lainnya.
Tidak hanya Risma, hari ini Kejati Jatim juga memeriksa beberapa saksi lainnya. Seperti Armudji Ketua DPRD Surabaya, Direktur Utama PT Yekape Surabaya dan pengurus YKP.
“Bu Risma datang untuk diminta keterangan sebagai saksi perkara YKP. Secara institusi dia melapor. Tadi yang datang, juga ada Ketua DPRD Armudji ada Dirut PT Yekape dan pengurus yayasan YKP,” kata Richard.
Sebelumnya, Kejati Jatim sempat menggeledah kantor Yayasan Kas Pembangunan (YKP) Surabaya yang ada di Jalan Sedap Malam dan PT Yekape Surabaya di Jalan Wijaya Kusuma, Selasa (11/6/2019). Penggeledahan ini dilakukan usai Kejati Jatim menaikkan statusnya ke penyidikan kasus dugaan korupsi.
Sekadar diketahui, kasus korupsi YKP ini pernah beberapa kali mencuat. Didik Farkhan Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim mengatakan, pada tahun 2009 DPRD Kota Surabaya pernah melakukan hak angket dengan memanggil semua pihak ke DPRD.
Bahkan saat itu, kata dia, pansus hak angket sudah memberikan rekomendasi agar YKP dan PT. Yekape diserahkan ke Pemkot Surabaya, karena memang keduanya adalah aset Pemkot. Namun, pengurus YKP menolak menyerahkan.
Berdasarkan dokumen, Yayasan Kas Pembangunan (YKP) dibentuk oleh Pemkot Surabaya tahun 1951. Seluruh modal dan aset awal berupa tanah sebanyak 3.048 persil tanah “surat ijo” berasal dari Pemkot. Tahun 1971 juga ada suntikan modal Rp15 juta dari Pemkot.
“Bukti YKP milik Pemkot itu, sejak berdiri ketua YKP selalu dijabat rangkap oleh Walikota Surabaya. Hingga tahun 1999 dijabat Walikota Sunarto. Karena ada ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah Kepala Daerah tidak boleh rangkap jabatan, akhirnya tahun 2000 walikota Sunarto mengundurkan diri dan menunjuk Sekda Yasin sebagai ketua,” jelasnya.
Namun pada tahun 2002, kata dia, Walikota Sunarto menunjuk dirinya lagi dan 9 pengurus baru memimpin YKP. Sejak saat itulah pengurus baru mengubah AD/ART dan secara melawan hukum memisahkan diri dari Pemkot.
“Padahal sampai tahun 2007 YKP masih setor ke Kas daerah Pemkot Surabaya. Namun setelah itu YKP dan PT Yekape yang dibentuk YKP berjalan seolah diprivatisasi oleh pengurus hingga asetnya saat ini berkembang mencapai trilyunan rupiah,” ujar Didik melalui rilisnya.
Menurut Aspidsus, kasus korupsi YKP merupakan kasus terbesar yang pernah ditangani Kejati. “Ini korupsi yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Ini rekor terbesar,” kata mantan Kajari Surabaya itu. (ang/dwi/ipg)