Sabtu, 23 November 2024

Kemen PPPA : Indonesia Jadi Negara Transit Perdagangan Orang

Laporan oleh Restu Indah
Bagikan
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA, Vennetia R Danes, (kedua dari kiri/kemenja putih) Bupati Donggala Kasman Lassa, Kepala DP3A Sulawesi Tengah, Ihsan Basir, hadir dalam acara penguatan gugus tugas pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), di Donggala, Kamis (20/6/2019). Foto: Antara

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) RI menyatakan Indonesia menjadi salah satu negara transit dalam perdagangan orang atau perdagangan manusia.

“Indonesia bukan hanya negara pengirim atau negara penerima, tetapi juga negara transit perdagangan orang,” kata Vennetia R Danes Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA, di Donggala, Kamis (20/6/2019).

Vennetia R Danes menjadi salah satu pembicara pada acara penguatan gugus tugas pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang di selenggarakab oleh Kementerian PPPA bekerja sama DP3A Provinsi Sulawesi Tengah, dan Pemkab Donggala, Kamis.

Vennetia mengemukakan Indonesia adalah salah satu negara asal, transit, dan tujuan perdagangan orang. Pemerintah sangat menaruh perhatian terhadap pemberantasan TPPO.

Komitmen ini diwujudkan dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan Peraturan Presiden Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PPTPPO).

“11 tahun pelaksanaan Undang-Undang PTPPO, berbagai kemajuan telah dicapai dan berbagai tantangan dihadapi,” kata Vennetia.

Ia menguraikan, korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) banyak dialami oleh perempuan dan anak. Berdasarkan Laporan Bareskrim, POLRI tahun 2018, korban perempuan (dewasa dan anak-anak) sekitar 70 persen dari 297 orang korban, sedangkan sisanya laki-laki dewasa dan anak laki-laki.

Kemudian, kata dia, Kementerian Luar Negeri melaporkan pada 2018 menangani 162 kasus Warga Negara Indonesia (WNI) korban TPPO di luar negeri, Timur Tengah 74 orang, Asia Timur dan Asia Tenggara 47 orang, Afrika 39 orang, Asia Selatan dan Asia Tengah 1 orang, dan Amerika Utara dan Amerika Tengah 1 orang. Dari jumlah kasus tersebut, yang diselesaikan 88 kasus (54 persen) dan yang sedang berproses 74 kasus (46 persen).

Dia menambahkan, tahun 2017 pemerintah juga meratifikasi Asean Convention Against Trafficking in Person Especially Women and Children dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2017 dan menerbitkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

Mengutip Antara, Undang-Undang ini sebagai komitmen Pemerintah untuk menjamin pekerja migran Indonesia terlindungi dari perdagangan manusia, perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia, serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia. (ant/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs