Sebelum proyek pengurukan Lapangan THOR di Jalan Padmosusastro dilakukan oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang pada 2012 lalu, kegiatan olahraga di lapangan cagar budaya yang dibangun pada masa penjajahan Belanda ini lebih banyak untuk sepak bola.
Purgiono (53) petugas perawat Lapangan THOR mengatakan, beberapa komunitas sepak bola seperti Sekolah Sepak Bola (SSB) Indonesia Muda (IM), Persatuan Sepak Bola (PS) THOR, dan PS Samudera sering berlatih di lapangan tersebut.
“Setelah diuruk, tanahnya ditinggikan satu meter, sudah tidak ada kegiatan sepak bola dari klub-klub sepak bola di sini. Kalau masyarakat sekitar, terutama yang tua-tua masih sering main (sepak bola) di sini,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Rabu (8/2/2017).
Alasannya, lapangan rumput di Lapangan THOR itu ringkih. Mudah rusak apalagi bila di musim hujan. Kalau yang bermain sepak bola anak-anak muda, menurut pria yang biasa dipanggil Pak Pur itu, seringkali ngawur.
Lapangan THOR yang namanya diambil dari salah satu klub sepak bola di zaman penjajahan: Tot Heil Onze Ribben (THOR) itu kini beralih fungsi. Kegiatan olahraga di lapangan itu lebih banyak olahraga atletik.
Para atlit yang tergabung dalam Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) Surabaya menjadikan lapangan itu sebagai basis berlatih. Seperti Rabu sore tadi. Mereka berlari mengelilingi lintasan atletik sepanjang 400 meter itu beberapa putaran.
Meski demikian, sebagian warga dan anak muda sekitar masih kerap bermain bola di lapangan rumput itu. Demikian halnya pelajar dari SMP 10 maupun SMP Praja Mukti Surabaya, yang setiap pelajaran olahraga selalu memanfaatkan lapangan THOR.
“Tapi saya selalu pesan supaya berhati-hati, mainnya tidak ngawur, jadi tanah dan rumput di lapangan tidak cepat rusak,” katanya. Sebab dia mengakui, perawatan lapangan rumput itu cukup sulit.
Purgiono, untuk merawat lapangan itu, hanya ditemani dua petugas lain yang bekerja dari pagi sampai pukul 16.00 WIB saja. Sedangkan Pur yang mengaku sejak kecil tinggal di kawasan itu yang kadang menjaga lapangan itu sampai malam hari.
“Ada orang mau ambil barang atau naruh barang atau alat-alat, kadang ya ke rumah, malam-malam. Ya kalau saya belum tidur, saya bukakan gerbangnya,” ujar pria yang rumahnya di depan gerbang Lapangan THOR ini.
Purgiono mengakui, saat ini Lapangan THOR lebih banyak dipakai untuk olahraga atletik. Pemkot Surabaya dalam waktu dekat akan menjadikan lintasan atletik itu menjadi lintasan berbahan sintetis berstandar internasional.
Bambang Wijanarko Kasie Pembangunan Prasarana Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Kota Surabaya mengatakan, saat ini Pemkot sedang melelang pengerjaan proyek tersebut.
Pemkot Surabaya telah menyiapkan anggaran Rp20 miliar untuk pengerjaan lapangan atletik berbahan karet sintetis (tartan) ini. Anggaran ini cukup besar, karena selain berbahan tartan, lintasan itu juga akan dilengkapi saniter untuk menyerap air.
“Hasil perencanaan lintasan, di lapisan terbawah ada gravel (kerikil) yang dilapisi aspal sub base korosi. Lalu di bawah tartan, ada saniter untuk resapan air. Sehingga air langsung turun ke bawah, tidak menggenang,” katanya.
Bahan tartar itu sendiri, kata Bambang, akan didatangkan dari luar negeri. Setelah berkoordinasi dengan PASI, persatuan atletik itu menyarankan agar bahan tartar yang dipakai bukan berasal dari China.
“Apakah dari Eropa, atau Australia, kami mensyarakatkan bukan yang dari China. Mengingat kualitas saja, ini saran dari PASI,” kata Bambang.
Setelah lelang, pengerjaan lintasan atletik Lapangan THOR ini diperkirakan selama enam bulan. “Kami berharap, tahun ini lintasan atletik dan pendukungnya sudah bisa dimanfaatkan masyarakat,” katanya.
Informasi yang didapat suarasurabaya.net, Dispora bersama kontraktor rekanan akan mulai mengerjakan lintasan atletik ini Maret mendatang.(den/rst)