Sabtu, 23 November 2024

Diharapkan Hujan Turun pada Perayaan Tahun Baru Imlek

Laporan oleh Jose Asmanu
Bagikan
Bentuk syukur dilakukan dangan membakar hio dan berdoa saat merayakan tahun baru Imlek. Foto: Jose Asmanu suarasurabaya.net

Vihara atau klenteng di kawasan Petak Sembilan Glodok, Jakarta Barat, sejak Sabtu (28/1/2017) pagi dipenuhi komunitas Tionghoa untuk merayakan tahun baru Imlek 2568.

Kedatangan mereka untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan menurut keyakinan karena diberi umur panjang dan rezeki yang cukup.

Bentuk syukur yang dilakukan dangan membakar hio di depan altar. Di depannya terdapat beberapa patung menggambarkan dewa pembawa rezeki, antara lain Dewi Kwan Im dan Ju Laut.

Ada juga yang membakar lilin, di dalam vihara yang ukuran besar kecilnya diukur dengan latar belakang sosial ekonomi masing-masing.

Suasana perayaan Imlek diwarnai gerimis. Malah diharapkan hujan turun, sebagai pertanda doa yang dipanjatkan di tahun baru Imlek dikabulkan.

Prosesi perayaan tahun baru Imlek 2568 dengan Sio Ayam ini, dimulai sejak Jumat malam, di rumah masing-masing bagi yang tidak sempat ke vihara atau klenteng.

Prosesi ini diawali dengan membuat sesaji untuk para leluhur berisi buah jeruk, apel, buah naga, ikan bandeng yang sudah dimasak serta hio yang sudah dibakar.

Sesaji ada yang di ditempatkan di luar rumah, dengan harapan bisa langsung dinikmati para leluhur yang pulang pada malam tahun baru Imlek.

“Ini cerita papa saya ketika saya masih kecil, saya meneruskan saja,” kata Kosiang, di Vihara Tri Darma, Petak Sembilan Glodog, Jakarta Barat, yang ditemui suarasurabaya.net.

Selain di Petak Sembilan, di kawasan Ancol juga terdapat Vihara Bahtera Bhakti, yang ramai dikunjungi pada malam tahun baru Imlek. Bahtera Bhakti disebut sebut vihara tertua yang ada di Jakarta, berumur sekitar 600 tahun.

Aprianto pengurus vihara, menceritakan, Klenteng Ancol ini dibangun saat kedatangan Laksmana Cheng Ho, tahun 1425 masehi. Bersamaan dengan kedatangan Cheng Ho. Sam Po Soei Soe adalah anak buah dari Laksamana Cheng Ho. Dengan kedatangan beliau, berdiri lah wihara ini.

Vihara ini sempat ditinggalkan karena adanya wabah penyakit. Lalu vihara ini ditemukan oleh dua orang sejarawan Belanda pada tahun 1650, kata Aprianto.

Meski sudah masuk sebagai salah satu cagar budaya sejak 1972, perhatian pemerintah dianggap kurang, sehingga biaya perawatan diperoleh dari para donator.(jos/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs