Pendidikan di pondok pesantren dinilai mampu melahirkan generasi pemenang, yakni generasi muda yang cerdas, cakap, terampil, serta berakhaq dan beriman. Karenanya keberadaan pondok pesantren makin dibutuhkan di tengah masyarakat.
“Di pesantrenlah anak-anak kita akan menjadi generasi unggul dan menjadi pemenang di era keterbukaan seperti saat ini. Saat ini cakap dan terampil saja tidak cukup karena butuh generasi yang berakhaq dan beriman,” kata Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Wakil Gubernur Jawa Timur ketika mendampingi Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama menghadiri peringatan Haflah Kesyukuran 30 tahun PP Al-Ishlah dan Peresmian Sekolah Tinggi Ilmu Al-Quran & Sains Al-Ishlah (STIQSI), di PP Al-Ishlah, Paciran Lamongan, Kamis (19/1/2017).
Dalam rilis yang diterima suarasurabaya.net, Gus Ipul juga mengatakan jika pada 10 tahun yang lalu hanya sekitar 10 persen lulusan SLTA sederajat yang bisa melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Namun saat ini angkanya sudah meningkat sekitar 10 persen lulusan SMA sederajat yang bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
“Memang angkanya masih di bawah Malaysia dan Singapura,” kata Gus Ipul. Karenanya, diresmikannya STIQSI ini diharapkan bisa menambah orang-orang terdidik, karena saat ini baru 8 persen penduduk Indonesia yang lulusan sarjana.
Sementara, Lukman Hakim Saifuddin Menteri Agama mengatakan, urgensi dan relevansi ilmu al-Quran harus terus dikaji dalam merespon perkembangan dunia, karena Quran adalah acuan atau pedoman hidup. Apalagi dalam menghadapi perubahan kehidupan amaliah yang luar biasa, maka harus dilandasi dengan nilai-nilai agama yang dipahami dengan baik.
Memang Quran telah menimbulkan makna beragam. Hal itu karena keterbatasan manusia yang tidak mungkin bisa memahami Quran. Keterbatasan manusia inilah yang harusnya dipahami untuk bisa saling mengisi dan menyempurnakan satu dengan yang lain.
“Keragaman dan kemajemukan adalah sunatullah atau takdir. Kita juga harus lebih arif dan bijaksana dalam menyikapi perubahan yang ada, baik globalisasi, reformasi, maupun kemajuan IT dan sosial media. Oleh karena itu keseimbangan pemahaman Quran dan perkembangan sains diperlukan,” ujarnya. (fik/den)