Sabtu, 23 November 2024

Kecanduan Game Bisa Berujung Gangguan Mental

Laporan oleh Zumrotul Abidin
Bagikan
ilustrasi bermain game. Foto: Grafis suarasurabaya.net

Brandon Tan, pemain Pokemon Go yang punya nilai XP (Experience Points) tertinggi di dunia, mengatakan game memang bisa menjadi candu bila seseorang tidak tahu bagaimana bermain dengan baik dan mengatur waktu yang tepat.

Menurut pria asal Singapura ini, kecanduan game bisa terjadi bila game dianggap sama rata dengan kebutuhan primer, seperti air dan makanan yang harus dikonsumsi untuk bertahan hidup.

“Game adalah hiburan,” kata Brandon diwawancarai Antara usai mengikuti turnamen nasional Pokemon Go di Tangerang, Sabtu (22/6/2019). Dia juga menegaskan menegaskan posisi game sebagai kebutuhan tersier.

Ketika game menjadi prioritas nomor satu, jauh di atas aktivitas seperti makan, gangguan mental akan terjadi.

“Ada orang yang main berjam-jam sampai tidak mau makan dan mempengaruhi kesehatan, itu bisa membuat mental terganggu,” ujar Brandon.

Dia mengakui pernah melewati masa-masa ketika game menjadi candu yang membuatnya tersiksa bila harus melakukan kegiatan sehari-hari tanpa bermain.

“Saya pernah begitu waktu bermain game di komputer, ketika keluar rumah dan tidak bisa main saya merasa hampa dan buru-buru pulang,” tutur dia. “Saat sedang makan malam, saya tidak mau bicara dengan orang-orang, saya mau langsung main lagi.”

Pencinta game sejak belia itu lama kelamaan menyadari apa yang ia lakukan tidak baik untuk dirinya sendiri.

Setelah mencoba bermain beragam game, ia menyadari bahwa ada hal-hal yang lebih penting dari game dan tidak boleh dikorbankan demi mengutamakan hiburan semata.

“Kita harus mengatur prioritas agar tidak kecanduan pada game, kita harus paham bahwa kita masih punya kebutuhan primer,” ujar dia.

Game Pokemon Go yang membuatnya menjadi selebritas di dunia game punya karakteristik yang berbeda dengan game lain yang membuat dia merasa ketagihan.

Game itu mengharuskan pemain untuk “menangkap” makhluk-makhluk virtual, yang paling terkenal adalah Pikachu, dengan mengunjungi lokasi-lokasi di dunia nyata tempat games menempatkan mereka.

Game Pokemon Go lebih terasa seperti aplikasi gaya hidup yang membuatnya mau tidak mau harus bersosialisasi, bukan mengurung diri di kamar berkutat menatap layar selama berjam-jam.

Melalui game tersebut, dia berkawan dengan banyak orang dan bepergian ke berbagai kota serta negara untuk menghadiri acara-acara seperti Festival Pokemon seperti yang baru digelar di Chicago, Amerika Serikat.

Hal senada dituturkan oleh Vivi Aryani, ketua komunitas Pokemon Go Indonesia dan Club 40 Indonesia yang menaungi pemain-pemain level tertinggi di game tersebut.

“Pokemon Go membuat kita harus jalan-jalan, bertemu orang, main tidak bisa sendirian.”

Permainan ini yang jadi sensasi global saat diluncurkan pada 2016 membuat jaringan sosialnya bertambah. Manfaat mengenal banyak orang dirasakan bukan hanya dari segi game, tapi kehidupan sehari-hari, apalagi ia bekerja di divisi Sumber Daya Manusia.

“Jadi kalau saya butuh orang bisa tahu, si ini ahli bidang apa, si itu ahli apa. Jadi ini bukan cuma game,” ujar Vivi yang bersama komunitasnya menyelenggarakan turnamen player versus player Pokemon Go yang diklaim memiliki jumlah peserta terbanyak dunia.

Gamer Maresa Sumardi dari komunitas yang sama mengungkapkan kecanduan game bisa dia atasi setelah melewati masa-masa ekstrem. Dari banyak permainan yang ia coba, Maresa memutuskan mana permainan membawa dampak positif baginya, bukan membuatnya terisolasi dari dunia luar.

“Ada orang yang sudah tua ramai-ramai jalan kaki, kumpul pagi-pagi, ngerumpi sambil main, itu enggak ada di game lain,” ujar Maresa.

Aktivitas fisik yang jadi fokus utama dari game di mana pemain harus berjalan-jalan untuk menangkap monster virtual itu jadi daya tarik untuk YouTuber Ado Dido yang fokus mengulas Pokemon Go.

Ado yang hanya membuat video seputar Pokemon Go pada akhir pekan saat libur bekerja itu bisa bersosialisasi selama bermain. Game tersebut bisa dimainkan sambil duduk bersantai dan bercengkrama bersama teman-teman.

“Aku sih tipe ‘pemalas’, main cuma pas mau saja,” ujar Ado yang tidak pernah merasa kecanduan game.

Sekadar diketahui, kecanduan game bukan sekadar masalah enteng, tapi sudah resmi dinyatakan sebagai penyakit mutakhir oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun lalu. (bid)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs