Capaian penerimaan negara dari tax amnesty (pengampunan pajak, red) hingga kini tetap jauh dari target yang diharapkan. Demikian disampaikan Mukhamad Misbakhun, anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR RI (Komisi XI) dalam pesan singkatnya, Senin (2/1/2017).
Berdasar data yang dipegang Misbakhun, penerimaan pajak secara keseluruhan per 31 Desember 2016 mencapai Rp1.105 triliun, atau sebesar 81,54 persen dari target penerimaan pajak di APBN Perubahan 2016 sebesar Rp1.355 triliun. Penerimaan total itu tumbuh sekitar 4,13 persen dibandingkan dengan tahun 2015.
“Jumlah penerimaan itu sudah meliputi hasil tax amnesty sampai periode kedua yang berakhir 31 Desember 2016,” ujar Misbakhun.
Politikus Partai Golkar itu memerinci, hingga akhir periode kedua tax amnesty yang berakhir bersamaan dengan pengujung 2016, penerimaan dari uang tebusan sebesar Rp107 trililun. Rinciannya, Rp103 triliun merupakan uang tebusan, Rp739 miliar dari pembayaran bukti permulaan, serta Rp 3,06 triliun dari pembayaran uang tunggakan penagihan pajak.
Sedangkan total dana repatriasi luar negeri yang masuk sebesar Rp141 triliun.
“Dana deklarasi luar negeri sebesar Rp1.013 triliun dan dana repatriasi dalam negeri sebesar Rp3.143 triliun mendominasi dana deklarasi yang masuk dalam skema tax amnesty,” kata mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu.
Tapi bila penerimaan pajak tak termasuk dengan hasil tax amnesty, maka capaiannya baru mencapai Rp998 triliun. Dalam hitungan Misbakhun, angka itu sama dengan 73,6 persen dari total target pendapatan sektor perpajakan sebesar Rp1.355 triliun yang dipatok dalam APBNP 2016.
Sedangkan realisasi penerimaan dari bea masuk mencapai Rp32,5 triliun. Angka itu setara 97,59 persen dari target Rp33,3 triliun di APBNP 2016.
Sedangkan hasil dari bea keluar tembus Rp2,9 triliun atau melampaui target. Angka itu sepadan dengan 119,18 persen dari target di APBNP 2016 yang dipatok sebesar Rp2,4 triliun.
Adapun pemasukan dari cukai mencapai Rp135,62 triliun atau 91,56 persen dari target sebesar Rp148,12 triliun di APBNP 2016. Rinciannya, Rp130,18 triliun berasal dari cukai hasil tembakau (CHT), sedangkan Rp5, 43 triliun dari non-CHT.
Menurut Misbakhun, meski target dari pajak dan cukai belum tercapai 100 persen, namun harus ada apresiasi. Sebab, pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) sudah bekerja keras.
Bahkan ada beberapa kantor wilayah pajak yang mampu mencapai 100 persen. Menurutnya, dedikasi pegawai pajak dan bea cukai yang secara sungguh-sungguh bekerja keras untuk tercapainya penerimaan negara ini harus diapresiasi oleh negara.
Tapi ada juga sorotan penting yang tak luput dari perhatian Misbakhun. Yakni realisasi belanja modal 2016 yang mencapai 59 persen, sedangkan penyerapan anggaran di angka 93 persen.
Menurut Misbakhun, data belanja itu memang masih bisa berubah karena menunggu catatan terakhir dari Direktorat Perbendaharaan Negara Kemenkeu. Namun, Misbakhun mengarapkan persentasenya bisa lebih tinggi.
“Harapan saya belanja modal bisa mencapai diatas 60 persen untuk menjadi bukti bahwa pemerintah serius memperbaiki kualitas pertumbuhan. Serta serapan anggaran bisa mencapai di atas 95 persen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi belanja pemerintah,” ujar dia.
Legislator asal Pasuruan, Jawa Timur ini merasa optimistis melihat realisasi penerimaan dan serapan anggaran yang ada menunjukkan tercapainya disiplin fiskal.
“Sehingga defisit total antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak akan melebihi tiga persen sebagai batas maksimum sesuai amanat UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,” tegasnya. (faz)