Suara ledakan di bagian belakang kapal masih terngiang di kedua telinga Fikran Shafa Alam (18), salah satu korban selamat kapal Zahro Express yang terbakar Minggu pagi tadi sekitar pukul 09.00 WIB.
Tak sampai satu menit setelah ledakan, asap hitam sudah mengepung bagian dalam kapal, termasuk ruangan penumpang.
Alam, panggilan Fikran, yang saat itu bersama kedua orang tua, dua orang adik dan tujuh kerabatnya, termasuk kakek dan neneknya, tak dapat lagi mengandalkan indera penglihatannya, untuk mencari mereka.
“Saya sempat lihat ibu mencari nenek. Lama-lama mata perih karena asap, saya hanya mendengar suaranya saja,” tutur Alam kepada Antara di RS Polri Kramat Jati, Minggu 1/1/2017) malam.
Dalam suasana panik, Alam masih sempat mengenakan pelampung yang tersedia di belakang tempat duduknya dan mencoba berlari ke pintu keluar.
“Di depan pintu keluar sempit, orang-orang berebut keluar. Dorong-dorongan. Kurang dari satu menit (setelah ledakan) asap sudah masuk ke tenggorokan, perih, nafas susah,” kata dia.
Alam mengaku mendengar penumpang berteriak-teriak, ada yang melantunkan takbir, ada pula yang menangis.
“Ada suara takbir, ada juga suara anak kecil yang bilang mau mati saja,” tutur siswa kelas XII di salah satu sekolah di Lembang, Jawa Barat itu.
“Saya coba maju, kanan kiri saya enggak tahu siapa. Tiba-tiba seperti ada yang mengangkat, saya dibawa ke kapal lain, kapal sampah,” imbuh Alam.
Setelah diselamatkan petugas, Alam yang sudah basah kuyup, ditempatkan dalam sebuah ruangan di pelabuhan bersama korban selamat lainnya.
Saat itulah dia baru menyadari, lima anggota keluarganya, termasuk orang tua, kakek dan neneknya tak ada di sana.
“Saya basah kuyup, warga sekitar sempat memberi makanan. Saya menunggu di ruangan, memeriksa data-data dan sempat lihat nama ayah (Iwan) di data rumah sakit, tetapi lupa nama rumah sakitnya,” kata dia.
Sekitar pukul 16.00 WIB, Alam dan korban selamat lainnya dibawa ke Rumah Sakit Atmajaya untuk diperiksa dan pukul 20.00 WIB dia tiba di RS Polri Kramat Jati.
Saat dalam perjalanan menuju RS Atmajaya, dia meminjam ponsel seorang pemandu perjalanan untuk menghubungi kerabatnya di Lembang.
Tapi seorang kerabatnya bernama Ayudin (57) mengaku baru mengetahui kejadian ini dari siaran televisi, sekitar pukul 17.00 WIB.
Saat itu dia melihat dua keponakannya menangis di ruang tunggu pelabuhan.
“Saya bangun tidur liat di televisi ada kebakaran kapal di Muara Angke, saya coba telepon keluarga (yang ikut kapal) tapi enggak aktif. Lalu tiba-tiba lihat keponakan di televisi, lagi menangis,” kata Ayudin.
Alam masih menunggu kabar kondisi keluarganya di RS Polri. Dia berharap mereka semua selamat.
Pihak Pusat Pengendalian Operasional dan Penanggulangan Bencana (Pusdalops) BPBD DKI Jakarta mengungkapkan, tragedi ini merengggut 23 nyawa, 17 orang luka-luka, 17 orang hilang dan 194 orang selamat.
Dari 23 korban meninggal, 20 di antaranya mengalami luka bakar 100 persen dan telah dibawa ke RS Polri untuk diidentifikasi.
Petugas registrasi di bagian Ante Morfem RS Polri mengatakan hingga pukul 23.00 WIB telah menerima 17 laporan yang mengaku kehilangan anggota keluarganya. (ant/dwi)