Sabtu, 23 November 2024

Jogo Suroboyo: Kuat Kita Bersama

Laporan oleh Anggi Widya Permani
Bagikan
Jajaran Polrestabes Surabaya saat melakukan patroli pengamanan kota Surabaya. Foto: Istimewa

Senin malam, 3 Juni 2019, Ipda Junaedi sedang menikmati waktu liburnya bercengkrama bersama keluarga. Sambil mengutak-atik channel televisi, anggota Polsek Gubeng, Surabaya itu, membuka obrolan dengan istrinya soal persiapan Lebaran.

Ponselnya berbunyi. Notifikasi muncul di layarnya. Sebuah pesan WhatsApp. Pesan yang tak pernah ingin dia terima lagi sebenarnya. Isinya kurang lebih tentang seseorang yang meledakkan bom di tubuhnya, tepat di depan Pos Polisi Kartasura Sukoharjo, Jawa Tengah.

Seketika, ingatannya kembali pada peristiwa pilu setahun silam di Kota Pahlawan, yakni rentetan bom di Surabaya.

Di waktu yang hampir bersamaan pesan-pesan di WA mulai bermunculan, termasuk grup internal kepolisian. Isinya, Polri memberi perintah kepada anggotanya meningkatkan kewaspadaan. Terutama bagi anggota di Pos-Pos Pengamanan. Begitu juga di jajaran Polsek Gubeng, seluruh anggota di Pospam diminta siaga lengkap dengan senjata dan rompi anti peluru.

“Tetap waspada. Jangan lupa berdoa kepada Allah, dan tidak usah takut,” pesan Kompol Naufil Kapolsek Gubeng kepada anggotanya di grup tersebut.

Selain mempertebal pengamanan di Pospam, Polrestabes Surabaya memerintahkan jajarannya melakukan patroli skala besar. Beberapa anggota disebar mengamankan beberapa titik atau objek vital. Salah satunya di pintu masuk Mapolrestabes Surabaya, yang juga pernah menjadi sasaran bom bunuh diri.

Seketika pesan antisipasi itu mengubah suasana libur Ipda Junaedi bersama keluarga. Dia bergegas mengikuti patroli skala besar dan merelakan waktu liburnya. Ipda Junaedi tidak menganggapnya sebagai beban. Itu sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai perwira polisi.

“Kalau dibilang kaget mendengar kabar itu, enggak juga. Saya hanya menyayangkan kenapa harus terjadi lagi. Apalagi dekat Lebaran. Ada saja oknum yang melakukan tindakan yang tidak dibenarkan hukum dan agama. Harapan saya, kejadian yang menimpa saya dulu tidak terulang lagi,” katanya.

Ipda Junaedi adalah saksi sekaligus korban ledakan bom Gereja Santa Maria Tak Bercela, Surabaya.

Meski begitu, semangatnya seolah tak pernah surut untuk menjalankan tugasnya. Dukungan dari kerabat maupun orang-orang di sekitar membuatnya kembali bangkit untuk memberi rasa aman bagi masyarakat Surabaya.

“Trauma? Ini sudah resiko saya menjadi anggota Polri dan Alhamdulillah banyak dukungan, terutama dari keluarga. Jadi saya siap, apapun yang terjadi. Tugas saya memberikan perlindungan untuk masyarakat dan menciptakan Surabaya aman 24 jam nonstop 7 hari dalam seminggu. Sesuai tagline kami, Jogo Suroboyo!,” kata dia.

Keamanan Surabaya Tanggung Jawab Bersama

Sebagai kota besar, Surabaya memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap kejahatan dibandingkan daerah lainnya. Polisi pun menggiatkan kegiatan patroli, penjagaan di tempat-tempat keramaian, dan sosialisasi kepada masyarakat.

Salah satu hasilnya, sebuah kasus curanmor terungkap dalam hitungan jam pada Jumat (21/6/2019) lalu. Merespons laporan kehilangan sepeda motor di kawasan Barata Jaya, Unit Resmob Satreskrim Polrestabes Surabaya sigap mengejar pelaku.

Tidak menunggu waktu lama, keberadaan pelaku terlacak. Polisi terpaksa menembak mati pelakunya karena berusaha melawan. Dari pengungkapan kasus ini, polisi berhasil mengamankan tujuh unit motor dan langsung memberikan kepada pemiliknya.

Tak cukup menembak mati pelaku curanmor, dua hari kemudian polisi berhasil mengamankan tiga penadahnya. Sebuah respons yang luar biasa cepat sebagai bukti upaya jajaran polisi mengamankan Kota Pahlawan.

Meski demikian, keamanan Kota Surabaya bukan sepenuhnya tanggung jawab polisi. Kombes Pol Sandi Nugroho Kapolrestabes Surabaya mengatakan, seluruh elemen masyarakat perlu berperan dan membantu. Tidak hanya antisipasi terorisme saja, tetapi juga kriminalitas lainnya.

Polrestabes Surabaya merangkul semua lapisan masyarakat untuk bersama-sama melakukan gerakan “Jogo Suroboyo”. Mulai tokoh agama, tokoh masyarakat, budayawan, Bonek atau suporter Persebaya, hingga ojek daring melalui berbagai kegiatan yang diselenggarakan Polrestabes Surabaya.

Sinergitas yang baik dalam mencegah gangguan Kamtibmas terbangun. Buktinya, pada 21 April 2019 lalu, seorang driver ojek online berhasil mengejar pelaku penjambretan di daerah Pandegiling. Aksi heroik itu mendapat penghargaan dari Polrestabes Surabaya.

Peristiwa yang mirip pernah terjadi 2018 silam. Beberapa ojol membantu pihak kepolisian menggagalkan upaya penjambretan di wilayah Karang Menjangan, Surabaya. Ini juga mengantarkan mereka memperoleh penghargaan langsung dari Kapolrestabes Surabaya.

Jogo Suroboyo menjadi gerakan yang terus dikampanyekan Polrestabes Surabaya. Tagline itu pernah digubah menjadi pertunjukan ludruk yang ditampilkan di Balai Budaya Surabaya pada Minggu 20 Januari 2019 lalu.

Ludruk lakon Jogo Suroboyo ini berkisah tentang spirit untuk bersama-sama menjaga kota Surabaya yang harus dilestarikan dan disampaikan pada generasi penerus bangsa.

“Keberhasilan kita bukan hanya dari pengungkapan kasus saja, tapi bagaimana mencegahnya. Dan sinergitas atau hubungan baik yang terjalin dengan Bonek, Ojol, dan elemen masyarakat lainnya itu yang harus kita jaga. Merangkul mereka bersama-sama untuk Jogo Suroboyo. Itu pesan dari Pak Rudi yang saya teladani,” kata Sandi.

Wujud Jogo Suroboyo di Lingkungan Masyarakat

Tidak hanya polisi, elemen masyarakat juga bisa melakukan antisipasi mencegah terjadinya tindak kriminalitas. Seperti yang dilakukan di lingkungan Rungkut Mapan RW 8, Surabaya. Pengamanan yang dilakukan pun cukup beragam.

Mulai dari pemasangan CCTV lebih dari 80 buah, pengerahan sejumlah satpam, dan melakukan pembinaan terhadap pemulung serta rombeng. Mereka didata dan diberikan seragam khusus saat memasuki lingkungan RW 8.

“Jadi, kita kasih seragam yang ada nomornya. Terus mereka juga wajib menyerahkan fotokopi KTP. Misal ada rombeng atau pemulung yang nakal, warga tinggal menyebutkan seragamnya nomor berapa. Kita sudah bisa tahu. Sehingga, tidak semua pemulung bisa masuk. Harus berseragam,” kata Wahyu P. Kuswanda Ketua RW 8.

Wahyu menyebutkan, upaya ini rupanya efektif untuk menekan angka kejahatan di lingkungannya. Bahkan juga bisa membantu pihak kepolisian mengungkap kasus kejahatan yang pernah terjadi di Rungkut Mapan.

Pada 2017 lalu, kata dia, pernah terjadi kasus gendam. Beruntung, nopol mobil yang digunakan pelaku gendam terekam kamera CCTV. Hal itu memudahkan polisi untuk melacak keberadaan pelaku.

“Setelah dilacak ternyata itu mobil rental. Terus sama polisi, dipancing biar orangnya mau merental lagi. Ternyata berhasil dan pelakunya tertangkap. Jadi semua aktivitas di lingkungan kami itu terpantau sama CCTV,” kata dia.

Sinergitas dengan pihak kepolisian ini, kata Wahyu, terus terjalin baik. Bahkan di beberapa kesempatan kegiatan warga, pihak kepolisian seringkali turut dilibatkan atau diundang untuk mempererat kekerabatan.

“Kami pernah mengadakan acara Terima Kasih Pak Polisi, itu bentuk kedekatan kami dengan kepolisian dan sinergi mencegah kejahatan di Surabaya. Terus acara Halal bi Halal, itu juga kami undang. Misalnya sama Bu Esti Kapolsek yang dulu, itu baik sekali. Komunikasi dan silaturahmi kita masih tetap terjaga, meskipun Kapolseknya kini sudah ganti,” kata dia.

Kompol Naufil Kapolsek Gubeng mengatakan, keamanan Kota Surabaya ini juga bisa dimulai dari diri sendiri. Menurutnya, masyarakat harus bisa menjadi polisi bagi diri mereka sendiri sebagai langkah pencegahan tindak kejahatan di daerahnya.

“Artinya, menjaga diri agar tidak tersandung dengan persoalan hukum atau tidak mengundang kejahatan. Misalnya menggunakan perhiasan yang berlebihan saat di jalan,” kata dia. (ang)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
34o
Kurs