Sabtu, 23 November 2024

Rangkaian Sidang Sengketa Pilpres Menuju Sidang Putusan

Laporan oleh Dwi Yuli Handayani
Bagikan
Gedung MK jelang putusan sengketa PHPU Presiden 2019, Kamis (27/6/2019). Foto: Farid suarasurabaya.net

Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang Pengucapan Putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pada Kamis (27/6/2019) pukul 12.30 WIB di Ruang Sidang PlenoGedung MK.

Perkara dengan nomor registrasi 01/PHPU.PRES/XVII/2019 ini, dimohonkan oleh Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 (Paslon 02).

Sebelumnya pada sidang Pemeriksaan Pendahuluan, Jumat (14/6/2019) lalu, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno selaku Pemohon mendalilkan adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, masif, dan sistematis dalam pelaksanaan Pilpres 2018. Selain itu, Pemohon menyampaikan pokok-pokok permohonan, di antaranya cacat formil persyaratan Ma’aruf Amin calon wakil presiden Nomor Urut 01 yang sejak pencalonan hingga sidang pendahuluan digelar masih berstatus pejabat BUMN.

Pemohon juga mendalilkan cacat materiil Joko Widodo dan Ma’ruf Amin Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 selaku Pihak Terkait atas penggunaan dana kampanye yang diduga berasal dari sumber fiktif serta kecurangan lainnya yang telah dilakukan Pihak Terkait dalam Pilpres 2019 yang telah digelar pada 17 April 2019 lalu.

Pada sidang kedua, Selasa (18/6/2019) lalu, kuasa hukum Ali Nurdin menyatakan bahwa permohonan yang disampaikan pada 14 Juni 2019 oleh Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno (Pemohon) Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 , Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku Termohon menyebut tidak terdapat uraian mengenai kesalahan penghitungan suara hasil pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019.

Termohon juga menyatakan sikap menolak secara tegas perbaikan permohonan yang disampaikan secara terbuka oleh Pemohon berdasar pada ketentuan Peraturan MK Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penyelesaian Perselisihan Pemilihan Umum. Terkait dengan dalil adanya kecurangan yang bersifat, Nurdin menilai unsur TSM yang disampaikan pada permohonan hanya sebatas uraian umum yang tak berlandaskan bukti jelas.

Pada kesempatan yang sama, I Wayan Sudirta selaku salah satu kuasa hukum Pihak Terkait, menolak seluruh dalil yang disampaikan Pemohon. Kemudian, Ketua Bawaslu Abhan menyampaikan pihaknya telah melakukan pencegahan atas hal ini dengan menginisiasi kerja sama yang dituangkan dalam MoU pada 23 Maret 2019 lalu.

Selanjutnya pada sidang Rabu (19/6/2019) lalu, sidang ketiga beragendakan mendengar keterangan 15 orang Saksi dan 2 orang Ahli Pemohon yakni Jaswar Koto dan Soegianto Soelistiono. Pada kesempatan pertama, Pemohon menghadirkan Agus M. Maksum untuk memberikan kesaksian terkait Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berkode khusus dalam jumlah yang tidak wajar. Diakui Agus bahwa sejak Desember 2018, dirinya selaku Ketua Tim Informasi Teknologi Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi telah melakukan koordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (Termohon) terkait DPT yang bermasalah tersebut.

Pada kesempatan selanjutnya, Pemohon menghadirkan Idham Amiruddin yang berprofesi sebagai penggiat software dan konsultan analisis database untuk memberikan kesaksian sehubungan ditemukannya permasalahan DPT. Dalam temuan mandirinya, Idham menyimpulkan telah adanya NIK kecamatan siluman, NIK rekayasa serta adanya pemilih ganda dan pemilih di
bawah umur yang terjadi dalam data kependudukan di Indonesia.

Terakhir, Jaswar Koto ahli biometric software development selaku Ahli Pemohon mengungkapkan bahwa terdapat pola kesalahan input data pada sistem Situng milik KPU yang cenderung menggelembungkan jumlah perolehan suara pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan mengurangi suara pasangan Prabowo-Sandiaga. Sidang pun berakhir pada Kamis (20/6/2019) pukul 04.55 WIB.

Pada sidang berikutnya, Marsudi Wahyu Kisworo pakar IT selaku ahli Pemohon menerangkan bahwa situng merupakan salah satu dari 19 aplikasi yang dimiliki KPU yang memang tidak dirancang untuk penghitungan suara tetapi sebagai sarana transparansi untuk masyarakat dalam mengontrol proses penghitungan suara. Marsudi berpendapat kesalahan entri situng tidak berdampak jadi rekayasa rekapitulasi suara berjenjang. Menurutnya, tidak ada manfaat dari merekayasa situng karena kesalahan entri di situng nantinya akan dikoreksi pada tingkat rekapitulasi suara berjenjang.

Pada sidang kelima, Jumat (21/6/2019) lalu, Eddy O.S. Hiariej pakar hukum pidana selaku ahli Pihak Terkait menjelaskan bahwa berpedoman pada Pasal 24C UUD 1945, MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus perselisihan hasil pemilihan umum.

Dengan demikian menurutnya telah jelas jika perselisihan yang dimaksudkan adalah penyelesaian kesalahan perolehan suara dalam pemilihan umum yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum. Kata “perselisihan” yang dimaksud adalah tentang perselisihan suara dan bukan tentang sengketa pemilihan umum.

Dalam kesempatan yang sama, Pihak Terkait juga menghadirkan Heru Widodo Doktor Ilmu Hukum mengkaji tentang signifikansi sebagai unsur dalam sengketa perselisihan hasil yang membatalkan hasil pemilu. Dengan unsur ini, jelas Heru, tidak semua pelanggaran dapat dipulihkan dengan tidak signifikannya suatu perkara.

Berkaitan dengan permasalahan kuantitatif dalam pemilu, unsur signifikan dapat ditentukan dari hasil akhir koreksi yang dapat memengaruhi suara yang harus terlebih dahulu dibuktikan. Namun demikian, tambahnya, sepanjang tidak mengubah perolehan suara Pemohon atau Pihak Terkait, maka hal tersebut tidak dapat dikategorikan signifikan. (dwi/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs