Dalam waktu yang tidak lama lagi, Partai Golkar akan mengadakan Munas di akhir tahun 2019. Munas menjadi momentum bersama bagi seluruh kader Partai Golkar untuk menata kembali komitmen dan tujuan ideologi partai dalam rangka membangun Indonesia yang lebih maju dan bermartabat.
Ridwan Hisjam politisi senior Partai Golkar melihat bahwa Golkar sudah cukup matang membangun kekuatan politik di negeri ini karena memang usianya sudah cukup lama dibanding partai lain. Kekuatan pengalaman Golkar dalam ikut mengelola negara ini untuk kepentingan masyarakat harus dijaga, dan terus digali potensinya.
“Seiring perkembangan waktu, Golkar ke depan harus bisa menyesuaikan perkembangan jaman. Untuk merebut pemilih di kalangan millenial kita tidak bisa menggunakan cara-cara yang lama,” ujar Ridwan dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/6/2019).
Untuk itu kata Ridwan, Golkar ke depan perlu diisi oleh anak-anak muda yang potensial dan mengerti perubahan jaman. Menurutunya, jika Golkar tidak melakukan perubahan secara menyeluruh dalam hal perbaikan manajemen organisasi, maka sudah dipastikan Golkar akan kalah bersaing dengan partai-partai lain.
“Golkar harus bisa meletakan tampuk kepemimpinan kepada generasi muda. Dari tingkat pusat hingga daerah, kalau ingin menang harus didominasi anak muda tanpa harus meninggalkan para senior-seniornya, yang sudah meletakan pondasi kepemimpinan,” ujar Pimpinan Komisi VII DPR ini.
Ridwan bersyukur, pasca reformasi Golkar masih bisa menempati urutan ke dua dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Ini artinya Golkar masih punya tempat di hati masyarakat Indonesia. Hanya saja, di Pilpres 2019 ini, meski kursi Partai Golkar menempati urutuan ke dua setelah PDI-P. Namun jumlah suara Golkar secara keseluruhan sudah tersalip dengan Partai Gerindra, yakni di posisi ketiga.
“Ini tandanya warning buat kita semua sebagai kader yang cinta terhadap Golkar. Ke depan partai ini memang harus dijaga dan ditata kembali sehingga potensi kita untuk bisa menjadi partai nomor satu di negara ini seperti pada masa Orde Baru bisa terwujud. Tentu caranya tidak bisa menggunakan model lama,” tandasnya.
Menurut Ridwan pelaksanaan Munas di bulan Desember harus didahului Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) yang digelar Agustus-September. Rapimnas diperlukan untuk membahas sejumlah persoalan Golkar, seperti penurunan jumlah kursi di DPR dan membahas syarat-syarat calon ketua umum berikutnya, yang mampu menjadikan Golkar pemenang di Pemilu 2024 nanti.
“Golkar harus mengulang kesuksesan 20 tahun lalu, di tahun 2004 di masa kepemimpinan Akbar Tanjung Golkar jadi pemenang dengan jumlah 128 kursi di DPR, Pileg lalu hanya dapat 85 kursi, turun dari 91 kursi, sebelumnya ketua umum menargetkan bisa dapat 110 kursi,” jelas Ridwan.
Salah satu potensi yang bisa digerakkan adalah mamanfaatkan bonus demografi. Caranya adalah Golkar harus menjadi partai moderen, terbuka, mandiri, setiap kebijakannya harus mengedepankan cek dan ricek, khususnya di era maraknya hoaks.
Tidak hanya itu, Golkar kata dia, juga harus memanfaatkan bonus demografi, dengan menjadi partainya kelompok millenial, serta memanfaatkan Revolusi Industri 4.0, yang tidak lepas dari peran kecanggihan teknologi informasi.
“Golkar harus menjadi kekuatan utama demokrasi di Indonesia. Kalau partai tidak dibenahi, maka demokrasi akan runtuh. Partai harus kuat secara kelembagaan, tidak boleh dikelola secara kekeluargaan, atau secara konvensional dan tradisional, pemerintah harus juga memperkuat partai, contohnya anggarannya harus disiapkan agar partai tidak mencari dana ilegal,” ungkap Ridwan.
Anggota Fraksi Golkar lima periode ini juga menegaskan, rekomendasi syarat calon ketua umum yang akan dipilih di Munas, harus bersih dari kasus hukum, agar tidak mengulang kasus Setya Novanto yang diturunkan di tengah jalan akibat tersangkut kasus korupsi E-KTP.
Selain ketua umum, Idrus Marham Sekjen Golkar juga tersangkut kasus korupsi. Menurutnya, hingga saat ini baru dua calon ketua umum yang serius untuk maju mencalonkan diri, yakni Airlangga ketua umum incumbent , dan Bambang Soesatyo Ketua DPR RI .
“Ketua umum adalah figur partai yang tidak boleh mengulang kejadian sebelumnya, yang bermasalah hukum, setiap yang terindikasi tidak boleh ditempatkan di etalase, harus memenuhi syarat PDLT (prestasi, dedikasi, loyalitas, dan tidak tercela), jangan kader yang cacat,” pungkas politisi berdarah Bugis ini.(faz/iss/ipg)