Codey Fredy Lamahayu Ketua Organda Khusus Tanjung Perak Surabaya menyatakan para pengusaha angkutan merasa sangat kaget dan kewalahan menyikapi Surat Edaran Menteri Perhubungan tentang larangan pengoperasian kendaraan angkutan barang mulai 30 Desember 2015 sampai 3 Januari 2016.
“Kami sangat kaget karena sekian puluh tahun kita bekerja di pelabuhan tidak ada aturan larangan Natal dan Tahun Baru. Lazimnya itu saat Idul Fitri,” katanya kepada Radio Suara Surabaya, Rabu (30/12/2015).
Menurut Codey, setidaknya harus ada koordinasi sejak sebulan sebelumnya. “Kemenhub kalau bikin aturan saya mohon satu bulan sebelumnya. Kalau tiga hari kan yang susah kami yang di lapangan,” katanya.
Selain itu, kata Codey, UPT LLAJ Dishub juga baru bisa menyelesaikan 40 persen dari seluruh surat izin dispensasi yang diajukan pengusaha angkutan.
“Truk yang kita uruskan izinnya, yang kapalnya sandar. Kalau kapalnya gak sandar ya jangan dulu. Itu saja mereka sudah mengerjakan sampai tengah malam, juga belum selesai. Banyak faktur yang menghambat. Juga diminta fotokopi STNK, buku kir yang harus hidup dan sebagainya. Sementara trucking kami terus berjalan, terus bekerja. Kalau tunggu satu unit ambil suratnya lagi, tidak bisa selesai. Sementara kapal terus bongkar,” katanya.
Karena itu, Codey mengaku telah mengajukan dispensasi kepada pihak kepolisian agar memberi toleransi khusus untuk hari ini, Rabu, agar truk yang surat izin dispensasinya belum dikeluarkan oleh UPT LLAJ Dishub, tetap boleh beroperasi. “Kecuali besok tanggal 31, silahkan ditilang atau ditahan truknya,” kata Codey.
Penerapan larangan ini juga mempengaruhi penghasilan para pengusaha angkutan di Tanjung Perak. Jika pada hari biasanya ada sekitar 7.000 sampai 8.000 truk yang beroperasi, dengan berlakunya larangan ini, praktis hanya tinggal 1.000 sampai 1.500 truk yang beroperasi. “Dalam lima hari kami kehilangan sekitar Rp35 miliar dengan perhitungan satu truk itu Rp1 juta,” katanya.(iss/ipg)