Erma Suryani Ranik wakil ketua Komisi III DPR menjelaskan kalau DPR telah menerima Surat Presiden Rl kepada Ketua DPR RI dengan nomor surat R06/Pres/O1/2019 tertanggal 31 Januari 2019 perihal RUU Tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik Indonesia Dari Republik Islam Iran Tentang Ekstradisi.
Selain itu ada juga surat Presiden Rl kepada Ketua DPR RI dengan nomor surat RO7/Pres/O1/2019 tertanggal 31 Januari 2019 perihal RUU Tentang Pengesahan Perjanjian Antara Republik lndonesia Dan Republik Islam Iran Tentang Bantuan Timbal Balik Dalam Masalah Pidana.
Dalam surat tersebut, kata Erma, Presiden menugaskan Menteri Luar Negeri dan Menteri Hukum dan HAM, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk melakukan pembahasan RUU tersebut.
“Selanjutnya, berdasarkan keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat Badan Musyawarah antara Pimpinan DPR dan Pimpinan Fraksi Masa Persidangan III Tahun Sidang 2018 -2019 tanggal 7 Februari 2019 dan Surat Wakil Ketua DPR RI/Koordiantor BAKN, BURT, dan Hubungan Antar Lembaga dengan nomor surat PW/02472/DPR RINI/2019 tertanggal 7 Februari 2019, menugaskan Komisi lll DPR RI untuk membahas RUU tersebut,” ujar Erma saat menyampaikan kronologi dan pembahasan RUU tersebut dalam rapat paripurna DPR RI di Senayan, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Menindaklanjuti Keputusan Rapat Konsultasi tersebut, menurut Erma, Komisi III DPR RI melaksanakan Rapat Kerja dengan Menteri Hukum dan HAM serta Menteri Luar Negeri tanggal 24 Juni 2019 guna membahas kedua RUU dimaksud, yang pada pokoknya menguraikan perjanjian antara Republik Indonesia dan Republik Islam Iran mengenai Ekstradisi ini diatur diantaraanya mengenai kesepakatan para pihak untuk melakukan ekstradisi, tindak pidana yang dapat diekstradisikan, permintaan ekstradisi, alasan penolakan ekstradisi, saluran komunikasi, otoritas pusat, penyerahan orang yang diekstradisikan, biaya, kewajiban internasional, penyelesaian perbedaan dan amandemen perjanjian.
Menyadari adanya pelaku kejahatan yang meloloskan diri dari penyidikan, penuntutan, dan pelaksanaan pidana dari negara tempat kejahatan dilakukan, kata Erma, Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Iran telah sepakat mengadakan kerja sama Ekstradisi yang telah ditandatangani pada tanggal 14 Desember2016 di Tehran, Iran. Dengan adanya perjanjian tersebut, hubungan dan kerja sama antara kedua negara dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan atas dasar kerja sama yang saling menguntungkan (mutual benefit), diharapkan semakin meningkat.
“Dengan disahkannya Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian antara Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Iran tentang Ekstradisi akan mendukung penegakan hukum di indonesia terutama yang berkaitan dengan kejahatan lintas negara (transnational crime),” tegasnya.
Erma menjelaskan, daIam menanggulangi dan memberantas tindak pidana, terutama yang bersifat transnasional, diperlukan kerja sama antar negara yang efektif baik bersifat bilateral maupun multilateral.
Dengan menyadari kenyataan tersebut, kata dia Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Iran telah sepakat mengadakan kerja sama bantuan timbal balik dalam masalah pidana yang telah ditandatangani pada tanggal 14 Desember 2016 di Teheran, Iran.
“Untuk lebih meningkatkan efektivitas kerja sama dibidang hukum dalam penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana, terutama yang bersifat transnasional, perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana harus memperhatikan prinsip umum hukum internasional yang menitikberatkan pada asas penghormatan kedaulatan negara dan kedaulatan hukum, kesetaraan, dan saling menguntungkan serta mengacu pada asas tindak pidana ganda (double criminality),” jelasnya.
Dia mengatakan, dalam isi perjanjian antara Pemerintah Republik lndonesia dan Pemerintah Republik Islam Iran tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana ini diatur diantaranya mengenai ruang lingkup bantuan, otoritas pusat, prosedur pelaksanaan bantuan, biaya, kewajiban internasional, konsultasi, penyelesaian sengketa, dan amandemen perjanjian.
“Setelah selesai dilakukan pembahasan RUU dengan beberapa penjelasan atau tambahan yang disampaikan oleh Pemerintah, selanjutnya Fraksi-fraksi menyampaikan pandangan fraksinya, dimana Fraksi-faksi yang hadir dapat menyetujui RUU yang disampaikan Pemerintah ditandai dengan pengesahan dan penandatanganan RUU secara bersama-sama,” kata Erma.
Setelah Erma menyampaikan laporan pembahasan RUU tersebut, kemudian Pimpinan menanyakan persetujuan kepada seluruh anggota dewan yang hadir, dan semuanya menyetujui.(faz/dwi)