Penerimaan pajak pasir dan batuan di Kabupaten Lumajang mengalami lonjakan drastis selama sebulan terakhir. Setelah moratorium penambangan dicabut pada Oktober lalu, di bulan berikutnya penerimaan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dari sektor pajak pasir dalam sebulan mencapai Rp242 juta.
Hari Susiati Kepala Bidang Pengolah Data Informasi Pajak DPKAD (Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah) Kabupaten Lumajang kepada Sentral FM, Sabtu (5/12/2015), mengatakan bahwa lonjakan pendapatan pajak dari sektor penambangan pasir dan batuan ini sangat signifikan. “Padahal 10 bulan sebelumnya total penerimaan pajak pasir hanya Rp48 juta saja,” katanya.
Dari data DPKAD, pada periode Januari sampai September, pendapatan pajak dari sektor pertambangan pair dan batuan rilnya mendapatkan Rp48.005.000. Sedangkan periode Oktober sampai November mencapai Rp242.028.500. Lonjakan pendapatan yang terjadi, sebesar 5 kali lipat dari sebelum penertiban. “Hingga, per November 2015 total pendapatannya mencapai Rp290.033.500,” paparnya.
Dengan lonjakan tinggi PAD sektor pajak pasir ini, DPKAD pun punya target baru di tahun ini. Yakni sebesar 75 persen dari Rp1 Milyar. “Artinya di pengujung tahun nanti pajak untuk pasir dan batuan bisa mencapai Rp 750 juta. Padahal masih ada kekurangan Rp 450 juta untuk Desember ini. Kami sangat yakin bisa mencapai target,” terangnya.
Selama November, masih menurut Hari Susiati, di satu wilayah penambangan saja pajak yang bisa dihimpun mencapai Rp 43 juta selama seminggu. Padahal ada tujuh tempat penambangan. “Itu hanya di satu lokasi penambangan wilayah Kecamatan Pasrujambe saja,” tuturnya.
Ketujuh tempat penambangan itu, ada 15 perusahaan tambang yang beroperasi. Tempat-tempat penambangan itu diantaranya DAS (Daerah Aliran Sungai) Kali Rejali, Kali Regoyo, Sungai Leprak, Sungai Besuk Sarat, Sungai Besuk Kembar, Sungai Curah Koboan, dan sungai Besuk Sat.(her/dop)