Tragedi Paris, Perancis, Jumat (13/11/2015) yang menewaskan 128 orang dan ratusan lainnya masih kritis harus menjadi bahan introspeksi dan pembelajaran bagi Indonesia, terutama dalam mencegah dan menanggulangi aksi terorisme.
Di Indonesia, paham yang dianut pelaku teror tersebut, yaitu bom bunuh diri dan keyakinan mati syahid, masih ada.
“Paham-paham seperti itu masih ada di Indonesia, dan itu fakta. Artinya, orang yang dalam posisi puncak kemarahan dengan diperkuat keyakinan mati syahid bisa melakukan hal-hal seperti itu. Sehingga harus menjadi kewaspadaan kita semua. Untungnya, mayoritas penduduk Indonesia tidak mendukung paham-paham seperti itu.” ujar profesor Bambang Pranowo Guru Besar Sosiologi Agama UIN Syarief Hidayatullah di Jakarta, Rabu (18/11/2015).
Atas fakta itulah, Bambang yang juga satu diantara staf ahli Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengajak seluruh bangsa Indonesia untuk tidak diam dan hanya membiarkan paham-paham negatif seperti itu.
Menurutnya, pemerintah dan lembaga-lembaga terkait lainnya, juga dengan unsur masyarakat, harus pro aktif memberantas keberadaan paham tersebut. Satu diantara caranya adalah memperbesar keberadaan pihak-pihak yang moderat sperti NU dan Muhammadiyah melalui forum-forum baik resmi maupun tak resmi.
Bambang menilai, sebetulnya teror bom Paris bukan hal yang baru. Itu merupakan rangkaian dari beberapa pesan atau ancaman teroris yang ditujukan kepada Perancis sebagai akibat keterlibatan mereka mengirimkan pasukan ke Suriah untuk memperkuat pemberontak negara itu melawan pasukan pemerintah dibawah Presiden Bashar Al-Asad. Dari situlah timbul kemarahan, sehingga dilampiaskan dengan cara seperti itu, meski mereka mengatasnamakan diri dengan ISIS.(faz/rst)