Sabtu, 23 November 2024

Ombudsman RI Telusuri Carut-Marut Tata Kelola Pertambangan Pasir Lumajang

Laporan oleh Sentral FM Lumajang
Bagikan

Untuk kesekian kalinya Ombudsman RI turun ke Lumajang guna melakukan penelusuran carut-marutnya tata kelola pertambangan pasir yang menjadi pemicu kasus tambang berdarah di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian.

Dalam kaitan ini, Senin (16/11/2015), Agus Widyarta, Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jatim menemui berbagai pihak yang berkompeten. Di antaranya, DPRD dan Pemkab Kabupaten Lumajang. Penelusuran awal dimulai dengan melakukan pertemuan dengan DPRD Kabupaten Lumajang.

“Kami (Ombudsmen RI, red) datang ke DPRD Kabupaten Lumajang untuk mendengar langsung kiprah PT Mutiara Halim menyangkut surat perjanjian Kerjasama Operasional (KSO) pengelolaan pasir galian C melalui penimbangan. Selain itu, kami ingin mendengar langsung bagaimana kok Pemkab Lumajang bekerjasama dengan PT Mutiara Halim,” katanya.

Dari pihak DPRD, dijelaskan terkait KSO pengelolaan pasir galian C tersebut meski dinilai Ombudsman RI masih belum klir. Pasalnya, dari penjelasan menyangkut pendapatan dari KSO Pasir ke APBD, ternyata masuk pos pendapatan lain-lain dan bukan PAD (Pendapatan Asli Daerah).

“Kami juga bingung dengan penjelasan DPRD. Ini yang masih akan kami dalami karena masih tanda-tanya. Ini yang masih banyak pertanyaan terkait keberadaan PT Mutiara Halim dalam kerjasama operasional itu. Makanya, besok kami akan pertanyakan ini dalam pertemuan dengan Pemkab Lumajang. Khususnya tentang pengelolaan tambang pasir di Lumajang,” paparnya.

Utamanya, masih kata Agus Widyarta, menyangkut pengawasannya. Khususnya pengawasan terhadap PT Mutiara Halim selaku pemegang kerjasama operasional pengelolaan galian C tersebut.

“Dalam pertemuan dengan Pemkab Lumajang besok, kami akan memantau perizinan pertambangan pasir dalam bentuk IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan IPR (Izin Pertambangan Rakyat) yang sudah dikeluarkan,” jelasnya.

Dari sekian banyak IUP dan IPR yang telah diterbitkan sebelumnya, bagaimana kontrol yang dilakukan Pemkab Lumajang. Karena kami melihat, para pemegang IUP dan IPR belum melaksanakan ijin yang sudah diberikan kepadanya.

Contohnya, PT IMMS (Indo Mining Modern Sejahtera) selaku pemegang konsesi tambang pasir besi golongan B di Lumajang yang ternyata aktivitasnya ditengarai melanggar. “PT IMMS menambang pasir golongan B, ternyata ada indikasi membawa pasir golongan C juga. Ini yang perlu kami dalami dan perhatikan juga,” ungkapnya.

Perhatian Ombudsman RI untuk menelusuri tata kelola pertambangan pasir di Lumajang ini juga tidak berhenti sampai disitu saja. Sebab, persoalan pertambangan yang disesuaikan dengan titik koordinatnya juga banyak dilanggar dan akan dihimpun data akurat menyangkut hal itu dari sisi pengawasannya.

“Sebagai contoh, pemegang IPR A, B maupun C melakukan aktivitas penambangan dengan titik koordinat yang berbeda. Selain itu, kami juga menemukan adanya indikasi-indikasi banyak pemegang IUP, namun di dalamnya ada IPR-IPR. Ini yang masih kami telusuri,” jelasnya.

Terakhir soal keberadaan stockpile (tempat penimbunan pasir, red), menurut Agus Widyarta, sangat juga perlu untuk diawasi. “Karena stockpile harus memiliki izin. Kami mendengar hanya sedikit stockpile yang memiliki izin. Padahal ini melakukan kegiatan yang harusnya ada pemasukan ke pemerintah daerah,” pungkasnya. (her/ipg)

Teks Foto :
– Agus Widyarta, Ketua Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur.
Foto : Sentral FM

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
28o
Kurs